Landu itu, warisan almarhum Nikolaus Dahu yang terus dirawat dan dipertahankan oleh para perajin gola kolang umumnya, serta kekhususan dilakukan oleh anak-anaknya di era digital ini.
Sebagaimana biasanya dilaksanakan oleh almarhum Nikolaus Dahu yakni landu itu dilantunkan saat pagi dan sore hari selama berlangsungnya akvitas tewa raping yakni pukul batang enau sebagai sumber air enau. Apabila kebiasaan itu tidak dilaksanakan oleh para perajin maka usahanya sia-sia.
“Saya sendiri melihat langsung cara dari almarhum Ame Nikolaus Dahu mengolar pohon enau untuk menghasilkan air enau yang bening. Yang selanjutnya diolah menjadi gola kolang atau gola dereng, gula merah khas masyarakat Kolang. Almarhum Ame Nikolaus Dahu tidak memberikan teori melainkan meminta anak-anaknya mempraktikkan secara langsung. Pendidikan praktis dalam mengolar air enau menjadi gola merah khas masyarakat Kolang,” kata Egor, yang kini sudah mengajar di Kabupaten Asmat, Papua.
Egor menjelaskan, almarhum Ame Nikolaus Dahu saat mengolar air enau menjadi gola merah, gola kolang, gola dereng bisa menghasilkan 200 batang gola merah sehari. Era itu belum mengenal gula pasir.
Naik Pesawat Terbang
Emilianur Egor menjelaskan, hasil olahan air enau menjadi gola dereng, gola kolang, gola merah yang dilakukan oleh almarhum Nikolaus Dahu mampu menyekolahkan anak sulungnya, Petrus Ngempeng ke jenjang perguruan tinggi.