PULAU PENYENGAT, KOMPAS.COM - Matahari baru saja muncul saat rombongan kami sedang menaiki kapal pompong menuju Pulau Penyengat. Sebuah pulau kecil yang berada tak jauh dari Pulau Bintan.
Pulau Penyengat berada di Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau kecil tersebut ternyata menyimpan sejarah yang begitu menarik untuk ditelusuri.
Baca juga: Sarapan Nasi Dagang Khas Melayu, Nasi Uduknya Pulau Penyengat
Salah satunya tentang asal usul nama "Penyengat". Konon, nama tersebut muncul akibat kejadian yang menimpa pelaut yang singgah di pulau yang dulu bernama Inderasakti tersebut ratusan tahun lalu.
“Dulu ada pelaut mereka sering berhenti di sini untuk ambil air tawar. Saat mereka ngambil air, tiba-tiba ada sekawanan binatang semacam tawon yang menyengat. Akhirnya dari situ mereka edarkan kabar, pulau sengat lalu jadi Pulau Penyengat,” jelas Nur Fatilla atau yang akrab disapa Tilla, interpreter yang mendampingi saya kala berkunjung ke Penyengat pada Selasa (26/11/2019).
Pulau hadiah perkawinan
Namun cerita sejarah Pulau Penyengat tak hanya sampai di sana saja. Pulau ini juga dikenal sebagai pulau hadiah perkawinan dari Sultan Mahmud Syah kepada sang istri, Engku Puteri Raja Hamidah pada 1803.
Karena berkedudukan di sana, banyak masyarakat yang mulai berdatangan untuk tinggal di pulau tersebut sehingga Pulau Penyengat semakin ramai.
Di saat itu pula lah Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang yang dipimpin sultan memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Pulau Penyengat.
Hal itu dilakukan dengan menempatkan seorang Raja yang bergelar Yang Dipertuan Muda atau semacam Perdana Menteri untuk memerintah dari Pulau Penyengat. Sementara Yang Dipertuan Besar atau Sultan tetap berkedudukan di Daik, Lingga.
Sejak itu, Pulau Penyengat menjadi semakin ramai dengan mulai berkembangnya berbagai macam adat dan kebudayaan Melayu serta agama Islam.
Pusat pertahanan
Namun sebelumnya, ayah dari Engku Puteri Raja Hamidah yakni Raja Haji Fisabililah telah menjadikan pulau ini sebagai pusat pertahanan pasukannya saat berperang melawan Belanda.
Di pulau yang ternyata sangat strategis ini, Raja Haji Fisabililah mendirikan pertahanan yang bekasnya masih tersisa hingga kini.
“Benteng Bukit Kursi ini peninggalan perang Raja Haji Fisabililah. Mereka membangun benteng yang unik, yaitu turun ke bawah. Dengan beragam strategi, pasukan Raja Haji Fisabililah bisa memenangkan pertarungan melawan Belanda,” jelas Syaiful, salah satu interpreter pemandu wisata di Pulau Penyengat.
Di Benteng Bukit Kursi ini selain bentuk benteng yang masih utuh memanjang dengan susunan batuan yang unik juga ada beberapa meriam yang tersisa.