Lem yang digunakan terbuat dari buah lontar. Adapun lem tersebut berfungsi agar uap yang keluar saat nira direbus tidak tersebar.
Baca juga: Arak, Tuak, dan Brem di Bali Kini Legal, Ini Aturannya...
Proses penyulingan disarankan menggunakan bambu, bukan pipa plastik. Sebab, proses penyulingan akan memengaruhi rasa arak.
Penyulingan menggunakan bambu akan memberi arak rasa lebih halus dan enak. Sementara penggunaan pipa plastik, maka menghasilkan rasa plastik.
Bambu yang digunakan juga harus memiliki panjang minimal 8 meter.
"Apinya harus rendah, (bambu) penyulingannya panjang. Kalau di sini (Desa Les) pakai kayu bakar, tidak pakai kompor," tutur Yudiawan.
Baca juga: Ini Alasan Gubernur Legalkan Arak, Tuak, dan Brem Bali
Sementara itu, di Desa Tri Eka Buana, arak bali memiliki bahan baku pohon kelapa. Pembuatannya pun tidak jauh berbeda dari pembuatan arak di Desa Les.
Namun, para petani biasanya melakukan sadapan nira pohon kelapa sehari dua kali dalam satu pohon.
Baca juga: Museum Arak Bali akan Dibangun di Karangasem Pertengahan 2020
"Petani arak mencari tuak (nira), lalu saat turun dikumpulkan dalam gentong sebesar 80–90 liter," tutur Derka.
"Setelah terkumpul, dikasih serabut kelapa dan dimasukkan ke dalam tuak untuk proses fermentasi selama 2–3 hari," lanjutnya.
Kendati menggunakan serbuk kelapa, Derka mengatakan, petani arak juga kerap menggunakan kulit kayu bayur atau kutat.
Dari ketiga media fermentasi tersebut, ada proses yang harus dilewati sebelum dimasukkan ke dalam nira.
Baca juga: Melihat Cara Pembuatan Arak Bali di Karangasem
Baik serabut kelapa, kulit kayu bayur, dan kutat harus dikeringkan terlebih dahulu selama 14–20 hari.
Setelah kering, ketiganya akan dihaluskan dengan cara dipukul menggunakan sebongkah kayu di atas batu. Setelah lembut, kemudian digunakan sebagai media fermentasi.
Seusai masa fermentasi selama 2–3 hari, nira akan berubah rasanya dari manis hingga sedikit keras, karena kadar alkoholnya meningkat.
Baca juga: Catat, Tips Wisata di Bali Saat Galungan dan Kuningan
"Penyulingan dari pagi jam 5–5 sore. Apinya juga tidak boleh besar. Kalau pertama, karena air tuak dingin, bisa lebih besar apinya," kata Derka.