JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa pekan terakhir harga bawang bombai melonjak naik. Harga bawang bombai sempat mencapai Rp 120.000 per satu kilogram.
Di balik harganya yang melambung tinggi, sejarah bawang bombai juga seru untuk dibahas.
Dikutip dari buku Sehat dengan Rempah dan Bumbu Dapur (2016), karya penulis Made Astawan yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, istilah bawang bombai diberikan masyarakat Indonesia karena bawang ini pertama kali dibawa oleh pedagang dari Kota Bombay, India.
Pada 1995 Kota Bombay berubah nama menjadi Mumbai.
Baca juga: Harga Bawang Bombai Melonjak Naik, Ini Alternatif Penggantinya
Bawang bombai punya ukuran yang lebih besar ketimbang jenis bawang lain.
Diperkirakan bawang bombai berasal dari daerah Asia Tengah yaitu Palestina yang beriklim subtropis. Setelah itu menyebar ke daratan Eropa dan India.
Bawang bombai sampai ke Benua Amerika sekitar abad ke-16. Hal ini bersamaan dengan awal perburuan rempah-rempah oleh bangsa Eropa ke negara bagian timur .
Perburuan rempah-rempah tersebut berujung kepada pada pendudukan dan penjajahan di negara Asia, termasuk Indonesia.
Saat pertama kali masuk ke Indonesia, awalnya bawang bombai banyak ditemukan di Tanah Karo, Sumatera Utara.
Sebab pada zaman kolonial, dilakukan pencobaan menanam bawang bombai di dataran dengan ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut.
Baca juga: 7 Makanan Indonesia yang Awet, Ada Rendang dan Sambal Roa
Bibit yang digunakan untuk penanaman tersebut didatangkan dari Belanda. Upaya itu membuahkan hasil sangat memuaskan. Umbi bawang bombai yang dihasilkan cukup besar dan pertumbuhannya baik.
Baca juga: Harga Bawang Bombai Melejit, Kemendag Terbitkan Rekomendasi Impor
Namun menanam bawang bombai juga tidak semudah yang dibayangkan.
Tidak hanya menanam bibit, tumbuh, dan dipetik saat panen. Petani bawang bombai harus memikirkan curah hujan yang diterima dan sinar matahari yang didapat.
Bawang bombai bisa tumbuh dengan baik jika curah hujan yang merata sepanjang tahun.
Ditambah harus ada penyinaran matahari yang cukup panjang, kira- kira lebih dari empat jam per hari.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.