KOMPAS.com - Kembali terjadi, seorang pendaki Gunung Lawu dilaporkan meninggal dunia pada Minggu (23/8/2020). Pendaki yang diketahui bernama Angga (26) itu mendaki melalui jalur Cemorosewu, Magetan, Jawa Timur.
Diberitakan Kompas.com, Minggu (23/8/2020), ia awalnya naik Gunung Lawu pada Sabtu (22/8/2020), pukul 17.30 WIB.
Pendaki itu kemudian mengalami kedinginan pada Minggu dini hari pukul 00.00 ketika berada di bawah Pos 2. Dan dilaporkan meninggal dunia pada pukul 06.00 WIB.
Gejala kedinginan yang bisa berujung pada hipotermia, sekali lagi, menjadi momok menakutkan bagi para pendaki gunung.
Baca juga: Pendaki Gunung Lawu Asal Wonogiri Meninggal, Evakuasi Jenazah Memakan Waktu 8 Jam
Suhu udara yang rendah di gunung, membuat pendaki harus bisa bertahan dengan mengantisipasinya sebelum mulai mendaki.
Pendaki gunung dan juga anggota senior dari Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) Adiseno mengatakan, gunung memiliki suhu udara yang bermacam-macam, baik waktu siang, sore, atau malam.
"Siang itu kan bisa panas, kalau sore sejuk, kalau malam sampai subuh itu bisa dingin banget. Bisa seperti di Eropa, bisa kayak winter," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/8/2020).
Karena suhu di gunung saat malam hari sangat dingin, imbuh Adiseno, maka pendaki harus menyiapkan beberapa perlengkapan sebelumnya, mulai dari cara berpakaian.
Baca juga: Udara Sedang Dingin, Ini 5 Perlengkapan yang Harus Dibawa saat Mendaki
Ia menuturkan, cara berpakaian para pendaki harus disiapkan untuk melindungi dari suhu dingin.
Ada baiknya, sebelum melakukan pendakian, para pendaki wajib mengetahui dan menyiapkan seluruh perlengkapan pendakian untuk melindungi dari suhu dingin.
Berikut perlengkapan yang wajib dibawa dan direkomendasikan Adiseno:
1. Pakaian berlapis atau multi layer
Perlengkapan paling utama yang harus diperhatikan para calon pendaki adalah cara berpakaian.
Karena suhu dingin di gunung, pendaki tidak bisa berpakaian seperti layaknya di rumah atau pergi jalan santai.
"Pakai pakaian multilayer atau berlapis-lapis. Pakai pakaian yang panjang, sampai semata kaki kalau untuk celana, kalau bajunya sampai ke tangan, jadi lengan panjang," kata Adiseno.
Kemudian, lapisan berikutnya adalah pakaian biasa yang mudah kering, tetapi bisa menahan angin. Ia mengatakan, pakaian ini biasa digunakan oleh tentara dan berbahan ringan.
"Pakaian ini berbeda dengan jeans, atau cotton. Ini bahan baru seperti ripstop yang untuk tentara umumnya. Itu bisa nahan angin dan juga kalau basah cepat kering. Itu yang dipakai untuk lapisan keduanya," ujar dia.
Baca juga: Benarkah Aktivitas Naik Gunung Berbahaya?
Lapisan ketiga yaitu pakaian sweater bisa dari wol atau olahan wol yang lebih tipis. Saat ini, ada pakaian berbahan wol sintetis dari botol mineral bekas yang diolah dan dijadikan sweater.
Lapisan terluar yaitu memakai jaket, seperti layaknya menggunakan jas hujan tahan air. Para pendaki bisa memilih jaket luar yang berbahan PVC.
"Itu lebih tahan air hujan, tapi orangnya basah juga karena keringat," imbuh Adiseno.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.