Tahun 2019 lalu, Kompas.com sempat mewancarai pemilik kebun bunga Amarilis bernama Sukadi.
Saat itu, kebun bunga amarilisnya sempat menghebohkan netizen pada 2015 karena dinjak-injak pengunjung yang ingin berswafoto.
Sebagai orang pertama yang mengumpulkan umbi sejak tahun 2002 lalu, dia bersama istrinya Wartini bercerita tentang perjuangannya menyelamatkan bunga yang juga dikenal sebagai Puspa Patuk dan Brambang Procol.
"Dua tahun setelah menikah, tepatnya tahun 2002 saya berpikiran menyelamatkan tanaman yang dianggap gulma oleh masyarakat," kata Sukadi.
Umbi-umbi amarilis yang dibuang warga karena dianggap gulma ia punguti dari warga sekitar, di sela pekerjaannya sebagai penjual sayuran dan mainan anak.
"Sempat berjualan bibit amarilis di pinggir jalan (Yogyakarta-Wonosari) itu tahun 2003. Waktu itu sebulan berjualan hanya mendapatkan Rp125.000. Orang melirik saja tidak mau," kata dia.
Setelah bertahun-tahun, tepatnya pada 2013, uang hasil bekerja sebagai penjual mainan digunakan untuk membeli umbi dari petani.
Baca juga: South Shore di Gunungkidul, Ada Infinity Pool Tepi Pantai
Waktu itu dirinya berhasil mengumpulkan 2 ton bibit. Tahun 2014 usianya satu tahun mulai bisa tumbuh dan pada 2015 bisa mekar bersamaan kemudian viral di media sosial.
Saat itu, Sukadi tak menyangka kebun bunganya menjadi viral, sehingga tidak mempersiapkan jalur wisatawan.
"Awalnya keinginan saya itu hanya menyelematkan tanaman gulma ini. Tahun 1970 an tanaman ini banyak dijumpai, bahkan sampai ke pelosok, tetapi oleh petani dibabat habis. Tidak kepikiran mau jadi seperti saat ini," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.