KOMPAS.com - Suku Bali adalah suku yang berasal dari Pulau Bali. Suku ini tersebar di sejumlah wilayah di Pulau Dewata tersebut.
Dilansir dari Perhiasan Tradisional Indonesia karya Husni dan Siregar, di masa lalu setiap daerah di Bali memiliki kerajan dengan budaya masing-masing. Oleh sebab itu, setiap daerah memiliki ciri khasnya tersendiri.
Suku Bali tak bisa dipisahkan dengan ajaran Agama Hindu. Mayoritas masyarakat suku Bali diketahui menganut agama Hindu.
Dilansir dari Bali Aga dalam Perubahan Sosial Budaya karya I Ketut Tanu, masuknya Agama Hindu ke Bali tidak terjadi secara merata. Akibatnya muncul klasifikasi masyarakat berdasarkan kuat lemahnya pengaruh Hindu yang diterima.
"Ada kelompok masyarakat yang menerima pengaruh Hindu sangat signifikan, sebagian lagi sangat sedikit mendapat pengaruh Hindu," lanjut Tanu dalam jurnal tersebut.
Kerajaan Majapahit juga berpengaruh besar dalam keberagaman di Bali. Majaphit datang ke Bali dengan membawa pengaruh Hindu Jawa.
Baca juga:
Setelah masuknya Kerajaan Majapahit ke Pulau Dewata, suku Bali terbagi menjadi dua golongan, yaitu Bali Aga dan Bali Majapahit.
Masyarakat Bali Aga merupakan kelompok yang sangat sedikit terpapar pengaruh Hindu Jawa dari Majapahit. Kelompok ini umumnya mendiami desa-desa di wilayah pegunungan.
Bali Aga tersebar di sejumlah wilayah Kabupaten Buleleng yang meliputi Sembiran, Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, dan Pedawa. Mereka juga tinggal di wilayah Tenganan Pegringsingan, Kabupaten Karangasem.
Sedangkan Bali Majapahit mendiami wilayah dataran rendah. Kelompok ini merupakan kelompok yang mendapat pengaruh besar dari masuknya Majapahit ke Pulau Bali.
Menurut D.C. Tyas dalam bukunya yang berjudul Rumah Adat di Indoneisa, suku Bali memiliki rumah tradisional yang bernama gapura candi bentar. Rumah adat tersebut dibangun sesuai dengan aturan asta kosala kosali.
Asta kosala kosali adalah bagian Weda, kitab suci Agama Hindu, yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan. Konsep ini seperti feng shui dalam budaya China.
"Berdasarkan filosofi masyarakat Bali, kedinamisan hidup dapat dicapai apabila ada hubungan antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan atau yang biasa disebut dengan Tri Hita Karana," tulis Tyas dalam buku tersebut.
Bangunan tradisional Bali pada umumnya dipenuhi dengn ukiran, pahatan, maupun hiasan warna-warni. Hiasan tersebut memiliki arti tertentu.
Baca juga:
Ukiran dan pahatan yang ditempatkan pada bangunan rumah menggambarkan tiga kehidupan yang ada di bumi, yaitu manusia, binatang, dan tumbuhan.
Letak dan arah rumah adat sangat penting bagi suku Bali. Sudut utara-timur merupakan tempat suci yang digunakan sebagai tempat pemujaan atau pamerajaan.
Sementara itu, sudut barat-selatan dianggap sebagai sudut terendah. Pintu masuk ke dalam hunian biasanya diletakkan di sudut tersebut.
"Dalam arsitektur tradisional Bali, bentuk, ruang, dan ukuran ditimbulkan oleh feng shui. Adanya berbagai aktivitas menimbulkan berbagai wadah untuk menampung aktivitas tersebut," tulis I Wayan Parwata dalam jurnalnya yang berjudul Rumah Tinggal Tradisional Bali dari Aspek Budaya dan Antropometri.
Suku Bali memiliki pakaian adat yang biasanya dikenakan dalam upacara adat dan acara keagamaan.
"Untuk menghadiri upacara adat, busana dan perhiasan digunakan sangat lengkap, berkain songket dengan desain yang indah dibuat dengan benang emas, dengan hiasan kepala atau udeng songket yang mencerminkan tingkat kedudukan seseorang dalam masyarakat," tulis Husni dan Siregar.
Baca juga:
Lebih lanjut Husni dan Siregar menerangkan ada tiga macam pakaian adat yang biasa dikenakan Suku Bali dalam acara perkawinan, yaitu nista, madya, dan utama.
Sanggul yang dikenakan oleh pengantin wanita disebut gelung kuncir. Hiasan kepala yang berupa bunga-bunga dari emas disebut petitis.
Mempelai wanita juga menggunakan sejumlah perhiasan pelengkap seperti subeng cerorot, gelang kana, gelang naga sutra untuk lengan atas, badong, bebekeng serta cincin.
Desa Trunyan di Kecamatan Kintamani sudah lama dikenal oleh wisatawan. Proses pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Desa Trunyan menjadi salah satu daya tarik tersendiri, terutama peneliti budaya.
Dilansir dari Analisis Tradisi Pemakaman Trunyan Berdasarkan Perspektif Sosial Budaya dan Hukum Terkain Hak Asasi Manusia pada Masa COVID-19 karya Putri (dkk), pemakaman adat Desa Trunyan berbeda dengan pemakaman di Bali pada umumnya.
Sebagian besar masyarakat Bali melakukan ritual ngaben atau kubur api sesuai dengan pengaruh ajaran Hindu. Ritual ini disebut kubur api karena adanya prosesi pembakaran jenazah.
"Berbeda dengan kubur api, pemakaman mepasah di Desa Trunyan disebut juga dengan kubur angin," tulis Putri (dkk).
Proses pemakaman mepasah diawali dengan pembersihan jenazah menggunakan air hujan. Setelah itu jenazah dibungkus menggunakan kain putih.
Jasad tersebut kemudian dimasukkan ke dalam anyaman bambu dan diletakkan begitu saja di bawah pohon Taru Menyan.
Baca juga:
Meski diletakkan tanpa dikubur, bau tak sedap yang umumnya keluar dari jenazah tak pernah tercium. Bau busuk dari jenazah konon dapat dinetralisir oleh pohon taru menyan.
Pemakaman mepasah ini dipercaya sudah menjadi tradisi sejak zaman kerajaan. Konon, raja yang menguasai Desa Trunyan dulu memerintahkan warganya untuk menutupi bau wangi pohon Taru Menyan dengan jenazah-jenazah.
Bau tak sedap dari jenazah yang membusuk membuat keharuman Taru Menyan berhasil disamarkan. Namun bau busuk pun tak tercium karena terserap ke dalam pohon.
Sumber:
Tyas, D.C. 2019. Rumah Adat di Indonesia. Semarang: Alprin
Husni, M. & T.R. Siregar. 2000. Perhiasan Tradisional Indonesia. Direktorat Permuseuman, Direktorat Jendral Kebudayaa
Tanu, I Ketut. 2018. Bali Aga dalam Perubahan Sosial Budaya. Jurnal Penelitian Agama. 4(1). Hal: 41-45
Parwata, I Wayan. 2011. Rumah Tinggal Tradisional Bali dari Aspek Budaya dan Antropometri. MUDRA Jurnal Seni Budaya. 26(1). Hal: 95-106
Putri, A.C. (dkk). 2021. Analisis Tradisi Pemakaman Trunyan Berdasarkan Perspektif Sosial Budaya dan Hukum Terkain Hak Asasi Manusia pada Masa COVID-19. Jurnal Ilmu Budaya. 9(1). Hal: 62-71
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.