Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman WNI Puasa di China Saat Pembatasan Covid-19, Masjid Tutup  

Kompas.com - 12/04/2022, 20:22 WIB
Ulfa Arieza ,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

Pada kondisi normal, WNI muslim di Guangzhou juga mendatangi masjid untuk bukber dan shalat tarawih, termasuk Syafa. Ia merasakan relatif mudah menemukan masjid di Guangzhou meskipun jaraknya lumayan jauh. 

Terdapat sekitar lima hingga tujuh masjid di wilayah China bagian selatan tersebut. Itu mengamini pernyataan Iqbal bahwa kultur Ramadhan pra pandemi di Guangzhou serupa dengan di Indonesia.  

“Sebetulnya, sebelum pandemi di sini bulan puasa itu kulturnya mirip dengan Indonesia. Setiap buka puasa, masjid di sini mengadakan buka puasa bersama dan hampir semua mahasiswa muslim merapat ke masjid,” katanya. 

Baca juga:

Warteg ala Guangzhou

Muslim di Guangzhou, dan China pada umumnya tidak kesulitan dalam mencari makanan halal. Syafa menuturkan, terdapat semacam warung tegal (warteg) di daerah Guangzhou, yang bernama Lanzhou Lamian. 

Lanzhou Lamian ini menjajakan aneka masakan halal. Serupa dengan warteg di Indonesia, keberadaan Lanzhou Lamian pun mudah ditemukan di Guangzhou. 

Baca juga:

“Sebetulnya makanan halal tidak jadi masalah, di mana pun tempat di China, sudah tersedia atau bahkan banyak sekali toko makanan halal. Kalau di Indonesia itu kita menyebutnya warteg, kalau di sini nama warungnya Lanzhou Lamian,” katanya. 

Sementara itu, sejumlah kampus di China juga telah menyediakan kantin halal. Syafa mengatakan, pihak kampus biasanya bekerja sama dengan pengusaha masakan halal untuk menyediakan menu kantin halal. 

Masjid Agung Xi'an.SHUTTERSTOCK/Cezary Wojtkowski Masjid Agung Xi'an.

Toleransi tinggi 

Meskipun Islam adalah agama minoritas di China, namun ternyata toleransi beragama di China tinggi. Menurut Syafa, rekan-rekan di kampusnya yang beragama non Islam hingga para profesor memberikan kesempatan mahasiswa Islam untuk beribadah. 

“Jadi, saling menghormati sekali. Misalnya, saya ketika ada meeting dengan profesor pukul 16.00 sore, meeting biasanya dua sampai tiga jam. Kalau misalnya waktunya maghrib, malah profesor itu mempersilakan dulu kalau ada yang mau izin untuk shalat atau berbuka puasa,” katanya. 

Baca juga:

Jadi, secara umum WNI muslim di China khususnya Guangzhou tidak mengalami kesulitan berarti dalam menunaikan ibadah puasa. Namun demikian, Syafa tidak menampik jika ia merindukan suasana Ramadhan di Indonesia, khususnya idi kampung halamannya di Indramayu. 

“Tantangan utamanya adalah rindu dengan keluarga dan makanan Indonesia, itu tidak bisa tergantikan. Ada kolak, manisan, takjil, di sini paling kurma. Karena China dekat dengan Asia Tengah dan Timur Tengah maka takjilnya seperti kurma, roti, sup kaki kambing, itu beda sekali dengan di Indonesia,” katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com