Oleh: Frangky Selamat*
ISTILAH “over tourism” belakangan menjadi sering disebut terkait pemberitaan yang menyangkut destinasi super prioritas Candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo.
Kedua destinasi ini dinyatakan telah mengalami over tourism sehingga perlu pembatasan jumlah wisatawan yang berkunjung.
Jika tidak dibatasi, maka bangunan candi Borobudur terancam rusak. Demikian pula komodo dibayangi kepunahan karena degradasi lingkungan yang terus-menerus terjadi.
Sesungguhnya over tourism berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Pembangunan berkelanjutan seperti dikemukakan oleh World Commission on Environment and Development (WCED) adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Dengan kata lain, pembangunan di masa sekarang semestinya tidak melupakan generasi mendatang karena tetap menyediakan ruang yang cukup untuk keberlanjutan.
Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) dengan tujuan “langit biru” merupakan pemulihan sederhana dari keadaan yang diinginkan namun melalui fakta yang menjengkelkan karena tidak ada seorang pun memiliki petunjuk bagaimana menuju ke sana (Rumelt, 2011).
Kondisi over tourism merupakan konsep yang lebih jelas, tetapi menghadirkan ancaman bagi pengembangan wisata yang berkelanjutan.
Menurut Borg dan kawan-kawan (1996) over tourism dapat didefinisikan secara lebih kuantitatif dalam hal daya dukung yang menunjukkan batas maksimum untuk pengembangan pariwisata.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.