Tedy mengatakan bahwa Kelenteng Boen Tek Bio yang saat ini dilihat di lokasi, bentuknya sama dengan kelenteng yang selesai dipugar pada 1856.
"Setelah dipugar dari 1844 hingga 1856, kelenteng itu tidak ada lagi dirombak sampai sekarang," ujar Tedy.
Meskipun begitu, Tedy mengatakan bahwa pengurus kelenteng tetap merawat dan menjaga kelenteng supaya tetap kokoh dan awet.
Baca juga:
Adapun perawatan kelenteng yang dilakukan yakni mengganti cat kelenteng yang nampak sudah pudar, hingga menambal bagian-bagian yang sudah nampak lapuk.
"Konstruksi bangunan tersebut (kelenteng) tidak kami ganti, karena bangunan tersebut sangat kokoh," papar Tedy.
Setelah Kelenteng Boen Tek Bio dibangun di kawasan Pasar Lama Tangerang, lima tahun kemudian kembali dibangun sebuah kelenteng di kawasan Pasar Baru, Tangerang.
Kelenteng itu diberi nama Kelenteng Boen San Bio.
Lima tahun setelahnya kembali dibangun kelenteng di kawasan Pasar Lama, Serpong, bernama Kelenteng Boen Hay Bio.
Pembangunan dua kelenteng setelah Kelenteng Boen Tek Bio memiliki makna tertentu. Kata Tedy, tiga kelenteng ini memiliki filosofi "bersandar gunung memandang lautan".
Baca juga: Pengalaman Mampir ke Museum Benteng Heritage, Asyik Belajar Kaligrafi
Filosofi tersebut diwakilkan dengan makna nama setiap kelenteng. Kata "san" pada nama Boen San Bio berarti lautan, sementara kata "hay" pada nama Boen Hay Bio berarti Gunung.
Posisi ketiga kelenteng tersebut, kata Tedi, membentuk garis lurus saat dilihat dari hasil pemotretan satelit.
"(kelenteng) Boen Tek Bio ada di tengah, di depannya (kelenteng) Boen Hay Bio, dan di belakangnya adalah (kelenteng) Boen San Bio," paparnya.
Baca juga: Sambut Imlek, Kelenteng Tjoe Tik Kiong Jalani Ritual Ganti Baju Dewa
Posisi tersebut, kata Tedy, menggambarkan kalau seseorang harus memiliki sandaran yang kokoh dan pijakan yang kuat dalam menghadapi kehidupan.