Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Hanya Ada 7 Patung Pahlawan Revolusi di Monumen Pancasila Sakti

Kompas.com - 28/09/2023, 18:14 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Saat berada di Gedung Paseban di kompleks Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, pengunjung bisa melihat foto 10 Pahlawan Revolusi yang terpajang di salah satu dinding.

Pahlawan Revolusi terdiri dari tokoh-tokoh yang gugur saat peristiwa G30S pada tahun 1965 yaitu Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI R. Soeprapto, Mayjen TNI M.T. Haryono, Mayjen TNI S. Parman, dan Brigjen TNI D.I. Pandjaitan.

Baca juga:

Selanjutnya ada pula Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo, Kolonel Inf. Katamso, Letkol Inf. Sugiono, Lettu Czi Pierre Tendean, dan Ajun Inspektur Polisi Tingkat I K.S. Tubun.

Namun, jika diperhatikan, mengapa di Monumen Pancasila Sakti hanya ada tujuh patung Pahlawan Revolusi, bukannya 10?

"Karena peristiwanya di sini (di Lubang Buaya) ada hanya tujuh (Pahlawan Revolusi yang dimasukkan ke Sumur Maut)," ujar Baur Bin Info Monumen Pancasila Sakti, Serma Muhammad Soleh kepada Kompas.com, Selasa (12/9/2023).

Sumur Maut tempat mengubur jenazah tujuh pahlawan Revolusi di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Sumur Maut tempat mengubur jenazah tujuh pahlawan Revolusi di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur.

Adapun tujuh patung Pahlawan Revolusi tersebut, dari barat ke timur, adalah patung Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo, Brigjen TNI D.I. Pandjaitan, Mayjen TNI R. Soeprapto, Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI M.T. Haryono, Mayjen TNI S. Parman, dan Letnan Satu Czi Pierre Tendean.

Patung Letjen TNI Ahmad Yani berada di tengah dengan tangan menunjuk ke arah depan.

Baca juga:

Lokasi patung ini ada di belakang cungkup yang memayungi sebuah sumur kecil, tempat dimasukkannya jenazah tujuh Pahlawan Revolusi pada 1 Oktober 1965.

"Di atas sumur ini (dulu) diuruk dengan sampah-sampah, ditimbun tanah, dan di atasnya dikasih pohon pisang," tuturnya. 

Dikenal sebagai Sumur Maut, sumur tersebut berkedalaman sekitar 12 meter, dengan diameter sekitar 75 sentimeter. Pengunjung bisa melihatnya sebelum mendekati area monumen.

3 Pahlawan Revolusi lainnya

Pengunjung sedang melihat diorama di Museum Pengkhianatan PKI, di area Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur, Rabu (30/8/2023).KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARRORROH ITSNAINI Pengunjung sedang melihat diorama di Museum Pengkhianatan PKI, di area Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur, Rabu (30/8/2023).

Soleh menjelaskan, ketiga Pahlawan Revolusi lain juga gugur dalam peristiwa yang sama, namun berbeda. 

"Yang dua itu (gugur saat) Peristiwa Kentungan di daerah Yogyakarta yaitu Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono," tuturnya. 

Berdasarkan Buku Panduan Monumen Pancasila Sakti, Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono diculik lalu dibawa ke daerah Kentungan pada 1 Oktober 1965. Jenazah keduanya lantas dimasukkan ke sebuah lubang.

Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 21 Oktober 1965, jenazah keduanya ditemukan. 

Baca juga:

Pahlawan Revolusi selanjutnya adalah Ajun Inspektur Polisi Tingkat I K.S. Tubun. Pada 1 Oktober 1965, kata Soleh, Ajun Inspektur Polisi Tingkat I K.S. Tubun tengah menjaga kediaman Wakil Perdana Menteri II DR. J. Leimena di Jakarta. 

"Ajun Inspektur Polisi Tingkat I K.S. Tubun saat itu menjaga (rumah) DR. J. Leimena pada saat PKI (Partai Komunis Indonesia) mengepung rumah Jenderal (A.H.) Nasution. Pada saat itu ada beberapa anggota PKI mengepung rumah Leimena karena rumahnya dekat dengan (Jenderal A.H.) Nasution," terangnya.

Menurut Buku Panduan Monumen Pancasila Sakti, waktu itu Ajun Inspektur Polisi Tingkat I K.S. Tubun gugur ditembak saat berusaha mempertahankan senjatanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com