Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Live In di Ngaduman, Kabupaten Semarang, Berwisata sambil Belajar Kehidupan Sosial

Kompas.com - 10/03/2024, 09:09 WIB
Dian Ade Permana,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

UNGARAN, KOMPAS.com - Gerimis pada Sabtu (9/3/2024) tak menghalangi 35 siswa dan guru dari SMA Ichthus Jakarta Barat untuk keluar dari rumah induk semang.

Mereka malah terlihat antusias untuk menyapa kabut pagi yang ada di lereng Gunung Merbabu.

Dingin yang menerpa, membuat para siswa aktif bergerak untuk menghangatkan tubuh. Dengan mengenakan pakaian hangat, mereka mengikuti serangkaian kegiatan selama live in di Dusun Ngaduman, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Baca juga: Meski Diguyur Hujan, Warga Semarang Antusias Ramaikan Prosesi Dugderan

Kepala Sekolah SMA Ichthus Jakarta Barat Bevita Glory Sandra mengatakan, live in di Ngaduman tak hanya sekadar berwisata dan melepas penat, tapi juga banyak pelajaran yang bisa dipetik.

"Siswa bisa mengenal lebih dekat dengan kehidupan di perdesaan, mulai dari aktivitas keseharian, pertanian, budaya dan kesenian lokal, karya yang dihasilkan serta merasakan keindahan dan kesejukan alam," ungkapnya.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

Dari segi pembelajaran, lanjutnya, banyak yang dilakukan siswa. mereka juga membuat design thingking untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi warga, membuat solusi atas permasalahan yang dihadapi.

"Dari sini mereka menggali masalah yang dihadapi warga dengan cara wawancara ke warga, lalu didiskusikan dalam project hingga mendesaian produk yang bisa membantu masalah warga di desa," ungkapnya.

Baca juga: Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Candi Gedong Songo di Semarang

Siswa kelas XII SMA Ichthus Jakarta Barat Benneth Surya mengatakan live in di Dusun Ngaduman ini menjadi pengalaman pertamanya berinteraksi langsung di perdesaan.

"Sangat berkesan tentunya, meski aktivitasnya terlihat biasa dan serupa dengan di Jakarta, tapi yang membedakan disini adalah soal kekeluargaan," ucapnya.

Menurut dia di Ngaduman, jelang malam orang-orang sudah di rumah, keluarga saling berbincang. Kalau di Jakarta, orang-orang masih beraktivitas di luar, bekerja, dan kena macet.

Keunggulan live in di Ngaduman

Ketua Karang Taruna Krida Bhakti Ngaduman, Yoel Dwi Teguh Santoso mengatakan, live in di Ngaduman mulai digarap secara serius sekira satu tahun belakangan ini.

"Kalau tamu-tamu yang datang sudah ada sejak 1994," ungkapnya.

Keunggulan Ngaduman, lanjutnya, adalah permukiman tertinggi di lereng Gunung Merbabu yang ada di Kabupaten Semarang, sekira 1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Pengunjung live in di Ngaduman disambut tarian selamat datang yang dipentaskan anak-anakKOMPAS.com/Dok. Krida Bhakti Pengunjung live in di Ngaduman disambut tarian selamat datang yang dipentaskan anak-anak

Dengan ketinggian tersebut, Ngaduman menawarkan suasana sejuk, pemandangan yang indah, toleransi antar penduduk, serta suasana penuh kekeluargaan.

"Untuk harga per orang, per paket Rp 10.000 tidak termasuk konsumsi. Biasanya yang live in ke Ngaduman itu tiga hari dua malam kisaran Rp 415.000 per orang untuk total biaya. Namun, kita juga bisa menyesuaikan," kata Yoel.

Baca juga: Lepas Penat dengan Live In di Ngaduman, Permukiman Tertinggi di Gunung Merbabu

Dia mengatakan, beragam kegiatan bisa dilakukan oleh peserta live in di Ngaduman. Meski berbasis pertanian, mereka juga bisa tentang kesenian dan kebudayaan lokal khas perdesaan.

Aktivitas live in di Ngaduman

Pada hari pertama, peserta disambut dengan welcome drink dan snack khas Ngaduman, kopi Damalung. Juga ada tari warok dan kuda lumping yang dimainkan anak-anak, peserta juga bisa turut serta.

"Selanjutnya mereka masuk ke rumah induk semang atau keluarga yang akan ditempati. Dalam proses ini. Peserta beradaptasi dengan keluarga baru yang ada di Ngaduman," kata Yoel.

Hari selanjutnya, peserta diajak berkeliling kampung dan area pertanian dengan sejumlah permainan.

"Misal kita minta mencari rumah ketua RT tapi tanpa petunjuk, sehingga mereka bertegur sama dan bertanya kepada warga. Ini tujuannya sosialisasi agar semakin akrab dengan lingkungan baru," paparnya.

Baca juga: Daftar PO dan Harga Tiket Bus Semarang-Denpasar Jelang Mudik Lebaran 2024

Saat berkeliling kampung, peserta diajak terlibat dalam pertanian. Mulai dari pembuatan pupuk organik, menanam sayuran seperti kentang dan brokoli, mengenali tanaman kopi, hingga berlatih tari.

"Mereka juga diajari proses pembuatan secangkir kopi, mulai dari biji hingga kopi yang siap dihidangkan. Kemudian malam terakhir adalah evaluasi dan bincang santai hingga esok harinya kembali ke tempat asal," ungkap Yoel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com