Plawangan sembalun adalah tempat berkemah para pendaki sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak (summit attack) pada malam hari.
Saya pun mendirikan tenda di area kemah 2 Plawangan Sembalun bersama rombongan. Sembari istirahat, pendaki bisa menikmati panorama sunset dan Danau Segara Anak dari ketinggian.
Pendaki juga bisa mengisi ulang persediaan air yang ada di kawasan Plawangan Sembalun, meski harus berjalan kaki agak ke bawah.
Apabila ingin langsung summit attack pada malam hari, penting bagi pendaki untuk segera beristirahat dan tidur usai matahari terbenam.
Baca juga: Citilink dan Kemberin Luncurkan LinkTrip, Ada Paket Wisata ke Rinjani
Untuk makan, pendaki bisa makan roti sebelum tidur, lalu makan nasi (makan berat) pada malam hari saat bersiap summit attack.
Saya memulai perjalanan summit attack ke puncak Rinjani sekitar pukul 01.00 Wita, setelah sebelumnya bangun pukul 23.45 Wita, lalu makan berat dan bersiap.
Perlengkapan, seperti tenda, kasur tiup, baju ganti, sleeping bag, hingga alat masak, ditinggal di tenda. Sementara logistik, air, dan barang elektroni, saya bawa ke puncak.
Dan inilah bagian terberat dari pendakian Rinjani. Jalur menuju puncak ternyata lebih menanjak dibanding Bukit Penyesalan. Bahkan, sebelum sampai di jalur tepi kaldera menuju puncak.
Baca juga: Ribuan Santri dan Guru di NTB Tanam 1.000 Pohon di Wilayah Kaki Gunung Rinjani
Ujian masih berlanjut tatkala pendaki sampai di tepi kaldera. Jalur pendakian berubah dari tanah, menjadi pasir.
Perjalanan menuju puncak pun masih panjang. Pendaki harus menapaki jalur berpasir, menanjak di tengah dinginnya malam, juga rasa kantuk yang berat.
Saya hanya bisa berjalan perlahan menapaki jalur yang berat ini. Saat inilah biasanya penyesalan pendaki muncul karena kurang maksimal dalam mempersiapkan fisik untuk mendaki Rinjani.
Langit pun makin terang dan sunrise menyapa saya di tengah jalan. Jalur menuju puncak masih terbentang. Puncak sudah terlihat, tetapi di depan mata, terlihat jalur menanjak yang begitu terjal.
Inilah jalur “Letter E” Rinjani yang bentuknya sekilas berbentuk seperti huruf E. Inilah bagian paling terjal di jalur menuju puncak.
Baca juga: Ini Alasan Pendaki Gunung Rinjani Harus Lewat Jalur Resmi
Selain terjal, jalur juga terdiri dari pasir dan kerikil, sehingga mudah longsor saat dipijak. Melangkah pun terasa sulit di jalur ini.
Akhirnya setelah berjalan kurang-lebih 7 jam, saya akhirnya sampai juga di Puncak Rinjani sekitar pukul 08.00 Wita.
Rasanya sungguh lega ketika tanjakan tak berujung yang saya lewati sebelumnya, akhirnya selesai juga.
Tampak beberapa pendaki yang berfoto di puncak dengan latar belakang panorama Segara Anak dan Gunung Baru Jari dari ketinggian.
Di seberang lautan, terlihat gunung kecil yang seolah terbang di atas awan. Ialah Gunung Agung, atap Pulau Dewata, Bali.
Baca juga: Apakah Pendakian ke Gunung Rinjani Boleh Sendirian?
Saat berada di puncak dan berfoto dengan latar segara anak, hati-hati agar tidak terjatuh ke jurang.
Saya menikmati keindahan panorama di Puncak Rinjani sekitar satu jam. Sekitar pukul 09.00 Wita, saya memulai perjalanan turun, kembali ke Plawangan Sembalun.