Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Tiga Janji Pulau Jeju

Kompas.com - 11/12/2013, 13:42 WIB
DENNIS Gong, pemandu kami, menjanjikan tiga hal tentang Pulau Jeju. Kata dia, pulau di selatan Semenanjung Korea yang pernah dijuluki ”Pulau Kriminal” ini dilimpahi tiga hal, yakni angin, bebatuan, dan wanita. ”Warga menyebutnya samda-do, silakan buktikan sendiri,” ujarnya.

Benar saja. Begitu kaki menginjak Bandara Internasional Jeju, Korea Selatan, Kamis (21/11/2013) siang, angin dingin langsung menampar muka. Pengukur suhu menunjuk angka 9 derajat celsius, tetapi udara di luar ruangan terasa lebih dingin dan menusuk tulang. Janji Dennis segera terbukti.

Dalam perjalanan menuju hotel, Dennis meminta kami melempar pandangan keluar jendela bus, ”Setiap jengkal lahan di Jeju kaya akan batu.” Pagar rumah, batas petak lahan, dan bukit-bukit kecil di antara permukiman tersusun atas bebatuan. Termasuk batu kepala naga (dragon head rock), obyek wisata yang menjadi salah satu penanda Pulau Jeju, beberapa menit perjalanan dari bandara dengan bus.

Batu terbentuk akibat pertemuan lava panas dengan air laut. Bentuknya menyerupai kepala naga. Namun, ada legenda yang menyebut batu ini adalah kepala seekor naga yang dipanah penjaga Gunung Halla karena kedapatan mencuri cairan kehidupan.

Gunung Halla adalah pusat Pulau Jeju. Gunung setinggi 1.950 meter di atas permukaan laut ini berada di tengah-tengah Pulau Jeju, pulau vulkanik berluas 1.849 kilometer persegi (sekitar tiga kali luas DKI Jakarta), dengan jarak 73 kilometer dari ujung barat ke timur dan 31 kilometer dari ujung selatan ke utara serta dikelilingi jalan lingkar luar sepanjang 181 kilometer.

Pemandu lokal yang menemani Dennis, Ko Young Wan, mengajak kami, rombongan undangan Garuda Indonesia dan Organisasi Turisme Korea (Korea Tourism Organization/KTO), ke Dokebi Road atau Mysterious Road untuk melihat keunikan lain alam Pulau Jeju. Obyek ini mengundang penasaran dan karenanya sering dikunjungi turis mancanegara.

”Coba perhatikan struktur jalan di depan, menanjak bukan? Pak Sopir, tolong matikan mesin. Kita akan melaju dengan kondisi mesin bus mati,” kata Young. Bus pun melaju pelan, tetapi kemudian bertambah kencang. Penumpang menengok ke sisi kanan dan kiri bus, tak percaya apa yang terjadi.

”Misterius bukan?” tanya Young. Menurut dia, Dokebi Road sebenarnya adalah jalan yang menurun, tetapi pepohonan di kedua sisi dan jalan di depan membuat ilusi penglihatan seolah jalan menanjak. Oleh karena itu, bus meluncur semakin kencang.

Keajaiban

Tahun 2011, Pulau Jeju ditetapkan sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia, termasuk Pulau Komodo di Indonesia. Sebelumnya, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan Pulau Jeju sebagai Taman Bumi (Geopark) tahun 2010, Warisan Alam Dunia tahun 2007, dan Cagar Biosfer tahun 2002.

Selain Gunung Halla dengan kawah seluas 1,6 hektar di puncaknya, Jeju juga dikelilingi 368 puncak kecil yang tersebar di seluruh wilayah. Pulau ini juga memiliki lebih dari 120 terowongan, satu yang terkenal adalah Geomun Oreum Yongamdonggulgye. Kami berkesempatan melihat lebih dekat Goa Manjang, salah satu goa lava, yang dijadikan obyek wisata alam di pulau berpenduduk sekitar 600.000 jiwa ini.

Matahari Jumat (22/11/2013) sebenarnya segera berakhir. Waktu sudah mendekati pukul 16.00. Namun, pemandu mengiming-imingi salah satu lokasi dengan pemandangan spektakuler di Pulau Jeju, yakni Seongsan Ilchulbong atau Puncak Matahari Terbit. Ini semacam kerucut raksasa dengan kawah di bagian tengah yang terbentuk oleh aktivitas vulkanik ribuan tahun lalu.

Ada ratusan anak tangga dan jalan menanjak untuk mencapai bibir tertinggi Seongsan Ilchulbong. Waktu tinggal 40 menit menjelang gelap. Sebagian anggota rombongan memilih belanja di sekitar gerbang, tetapi kami tak ingin melewatkan kesempatan itu. Langkah terburu-buru meniti tangga, jantung berdegup lebih kencang diimpit suhu yang semakin dingin, dan angin yang berkali-kali menampar ke arah tebing.

Di puncak, suhu sekitar 3 derajat celsius, angin terasa lebih kencang. Keringat mengucur deras. Namun, pemandangan senja di Puncak Matahari Terbit segera menghapus lelah. Langit memerah di cakrawala, deretan gunung menghadirkan siluet, sementara lampu kota kerlap-kerlip di kejauhan.

Sampai titik ini, dua janji Dennis akan Pulau Jeju sudah terbukti, yakni angin dan bebatuan. Lantas di mana wanita Jeju? Selama berabad-abad, penduduk Jeju dikenal sebagai pekerja keras. Alam yang keras membentuk daya juang warganya untuk bertahan hidup. Nah, salah satu yang khas dan terkenal dari Jeju adalah haenyeo, wanita penyelam yang biasanya pencari abalone (salah satu jenis kerang). Mereka menyelam di laut dengan peralatan sederhana di air yang kadang sangat dingin hingga kedalaman 20 meter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com