Pagi itu, Rosa menemani Kompas yang datang bersama rombongan Gunnebo Indonesia beserta sejumlah wisatawan lain. Awalnya, rombongan kecil turis itu berjumlah 11 orang. Sebagian di antara mereka, termasuk kami, ikut dalam rombongan Rosa setelah menerima tawaran dari sejumlah agen wisata yang menawarkan jasa pemanduan. Dengan membayar sejumlah uang, kami ditawari untuk lepas dari antrean yang mengular di depan Basilika Santo Petrus.
Setelah menikmati kopi paginya, Rosa kemudian mengajak kami. ”Saya punya kejutan bagi Anda dari Indonesia, koleksi dalam museum dari Indonesia yang baru diresmikan,” demikian taklimat dari Rosa.
Tak lama, rombongan kecil itu segera bertambah menjadi 13 orang. Lantas bertambah lagi menjadi 15 orang, 17 orang, dan akhirnya menjadi 20 orang. Saat itu ia memandu dalam bahasa Inggris dan Portugis untuk turis-turis dari sejumlah negara.
Di kartu tanda pengenal yang tergantung di lehernya tertulis sejumlah bahasa yang dikuasainya untuk memandu. Selain Inggris dan Portugis, juga tertulis bahwa Rosa bisa berbahasa Perancis dan Tedesco (bahasa Jerman dalam istilah di Italia).
Koleksi dari Indonesia
Museum Vatikan terdiri atas sejumlah bagian, salah satu di antaranya Museum Etnografi Vatikan, tempat koleksi dari Indonesia dipamerkan. Di situs resmi museum yang sama disebutkan juga bahwa jumlah koleksi dari Indonesia mencapai lebih dari 1.000 obyek.
Situs web yang sama menyebutkan bahwa koleksi tertua disumbangkan oleh Uskup Eugène Tisserant (1884-1972). Koleksi tersebut berupa 40 patung perunggu yang diperkirakan berasal dari abad VIII hingga XIV. Beragam koleksi tersebut mewakili kekayaan dari peninggalan Hindu, Buddha, Kristen, dan Islam di Nusantara.
Rombongan kami, yang dipimpin oleh Rosa dengan tanda bendera bergambar, lalu melewati pintu gerbang pemeriksaan. Gapura masuk serupa detektor logam di bandara dipasang tak seberapa jauh dari pintu masuk.
Setelah melewati pintu terpampang patung ukir Asmat, Papua, dalam ukuran besar. Sejumlah koleksi dari berbagai daerah, seperti batik, wayang, dan maket Candi Borobudur, dipajang di dalam ruangan yang cukup lapang itu.
Akan tetapi, saat itu belum tersaji informasi yang relatif cukup detail tentang Indonesia dan koleksi di dalam ruangan tersebut. Bahkan, bagi Rosa—yang setiap hari memandu para turis—Indonesia merupakan nama baru yang belum dipelajarinya secara khusus.
Ia masih harus meminta bantuan pengunjung dari Indonesia untuk menjelaskan kondisi Nusantara. Sejumlah informasi dasar bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah total pulau sekitar 17.000 buah masih menjadi hal baru baginya.
Membaca buku-buku terkait Indonesia, imbuh Rosa, juga akan segera dilakukannya. Ini untuk menambah pemahamannya tentang Indonesia, termasuk memperbaiki penggunaan kata ”primitive” yang sebelumnya menggunakan kata ”indigenous”. (INGKI RINALDI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.