Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bakpia, Buah Tangan Toleransi dan Akulturasi

Kompas.com - 03/01/2014, 07:13 WIB
CITA rasa Tionghoa itu telah melebur menjadi cita rasa khas Yogyakarta dalam sebuah penganan kecil bernama bakpia, terutama setelah pembuatan bakpia tidak lagi menggunakan minyak, tetapi telah bermetamorfosis menjadi kue bulat yang bisa diterima semua kalangan. Kini, bakpia telah menjadi milik Yogyakarta, simbol konkret toleransi dan akulturasi budaya.

Dalam penelitian, khususnya terhadap bakpia, peneliti Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Prof Dr Murdijati Gardjito, mengatakan, sejarah terciptanya bakpia khas Yogyakarta merupakan bukti bahwa benturan budaya yang paling tidak berbahaya adalah benturan budaya kuliner. ”Bakpia adalah wujud budaya akulturasi Tionghoa dan Jawa yang hasilnya nikmat serta enak,” ujar Murdijati.

Resep bakpia awalnya dibawa pendatang asal Tionghoa, Kwik Sun Kwok, tahun 1940-an. Waktu itu, Kwik menyewa sebidang tanah milik warga lokal bernama Niti Gurnito di Kampung Suryowijayan, Kecamatan Mantrijeron, Yogyakarta.

Kwik lalu mencoba peruntungan dengan membuat bakpia, makanan khas Tionghoa. Semula ia membuat bakpia dengan menggunakan minyak babi. Namun, setelah tahu banyak masyarakat Yogyakarta tak makan daging babi, ia bereksplorasi membuat bakpia tanpa menggunakan minyak babi.

Untuk memanggang bakpia buatannya, Kwik selalu membeli arang kepada temannya, Liem Bok Sing. Sama seperti Kwik, Liem juga asli Tionghoa.

Ternyata, cita rasa kue bakpia buatan Kwik cocok dengan lidah masyarakat Yogyakarta. Makanan pendatang yang telah dimodifikasi ini mulai digemari banyak orang.

Lambat laun, Kwik yang semula masih menyewa tanah milik Niti Gurnito akhirnya pindah ke sebelah barat Kampung Suryowijayan. Di sana, ia melanjutkan pekerjaannya membuat berbagai macam makanan dan roti, termasuk bakpia. Tahun 1960-an, Kwik meninggal dan usahanya dilanjutkan anak menantunya bernama Jumikem.

Sepeninggal Kwik, Niti Gurnito ternyata juga ikut-ikutan membuat bakpia. ”Diduga karena Kwik pernah menyewa tanah miliknya, Niti Gurnito sempat diberi rahasia resep pembuatan bakpia,” kata Murdijati.

Bakpia buatan Niti Gurnito memiliki kekhasan tersendiri, yaitu ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan bakpia buatan Kwik, berkulit tebal, dan isinya kecil. Bakpia ini dijual keliling dengan menggunakan pikulan kayu. Adapun kelompok pembeli bakpia saat itu masih agak tersekat karena orang keturunan Tionghoa membeli bakpia di penjual asal Tionghoa, sedangkan orang Jawa membeli bakpia buatan Niti Gurnito.

Kampung Pathuk

Pada periode yang sama, teman Kwik yang semula menyuplai kebutuhan arang, Liem Bok Sing, juga ikut membuat bakpia. Tahun 1948, Liem membuat resep baru bakpia, kemudian pindah dari Kampung Pajeksan, Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, ke Kampung Pathuk, tepatnya di Jalan KS Tubun Nomor 75, yang di kemudian hari berkembang menjadi sentra industri bakpia besar bernama Bakpia Patuk 75 (sedikit beda penulisan dengan nama kampung).

Di tempat inilah usaha bakpia Liem berkembang pesat. Dengan resep baru, Liem berhasil membuat bakpia generasi kedua dengan kulit yang lebih tipis, ujung datar, dan agak gosong dengan isi kacang hijau. Sebelumnya, bakpia generasi awal berkulit lebih tebal dan berbentuk bulat.

Tahun 1980-an, usaha pembuatan bakpia Liem berkembang pesat. Ia memiliki banyak karyawan. ”Sebagian karyawan berhasil ’mencuri’ resep dan menyebarkan cara pembuatan bakpia kepada orang kampung, bahkan sampai membuka kursus. Hingga akhirnya pemilik Bakpia Patuk 75 juga mengambil bakpia dari situ karena tingginya permintaan wisatawan,” ujar Murdijati.

Mulai era 1980-an inilah bakpia yang telah mengalami metamorfosis resep akhirnya menjadi makanan khas Yogyakarta. Kampung Pathuk dinobatkan sebagai kampung bakpia.

Varian baru

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com