Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adu Gengsi dengan "Ngedan" dan "Nyeni"

Kompas.com - 05/10/2015, 19:33 WIB
ORANG gunung, "wong ndeso" yang katanya paling udik, berlomba ”ngedan” dan ”nyeni” dalam Festival Lima Gunung beberapa waktu lalu. Segala hal dicomot, dioplos dengan riang dan semaunya sendiri. Seni pun dibumikan.

Mbah Mujar Sabar dan Suroso luwes mengangguk-anggukkan jaran kepang (anyaman bambu berbentuk kuda yang biasa dibawa penari tarian khas Jawa, jaran kepang) mereka. Kedua kakek itu memimpin tarian ”Jaran Papat”, memacu jaran kepangnya mengawali Festival Lima Gunung XIV yang digelar di Dusun Mantran.

Sejak 14 tahun silam, Festival Lima Gunung berkeliling dusun-dusun yang berada di kaki lima gunung di Kabupaten Magelang—Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong, dan Menoreh. Sebagai tuan rumah festival XIV, para warga Dusun Mantran membuka festival itu dengan ”Jaran Papat”, tarian sakral warisan leluhur dusun asri di kaki Gunung Andong itu.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Seniman menggelar kirab budaya mengelilingi pedusunan.
Mbah Mujar Sabar, Soroso, serta Sudiman dan Naryo yang menjadi jaran kepang bertombak sungguh seperti kebanyakan penari jaran kepang—tradisi yang hidup di kalangan warga pedesaan di Jawa. Keempatnya sama-sama berpakaian tradisional Jawa, menari diiringi gending gamelan Jawa, bersuluk (ungkapan pembuka tarian) dalam bahasa Jawa. Tariannya lamban, dengan gerakan berulang, diiringi tabuhan gamelan yang juga lamban. ”Zadul” alias zaman dulu sekali. Anehnya, warga tetap saja menyemut di panggung dadakan di Mantran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com