Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelajah Sejarah di Bumi Raflesia

Kompas.com - 06/10/2015, 17:10 WIB
Mentari Chairunisa

Penulis

KOMPAS.com - Kota Bengkulu memiliki goresan sejarah yang menarik untuk dipelajari. Dulunya, daerah yang berada di timur Sumatera ini pernah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Pada masa kolonial pun, Bumi Raflesia ini menjadi daerah jajahan Inggris.

Tak sedikit pembangunan yang dilakukan pemerintahan Inggris yang dimulai sejak tahun 1685. Kini, peninggalan-peninggalan tersebut menjadi saksi sejarah perkembangan kota yang bernama awal Bencoolen ini. Berikut lokasi-lokasi wisata sejarah yang patut dikunjungi selama Anda berlibur di Kota Bengkulu.

Benteng Marlborough

Benteng Marlborough merupakan sebuah benteng yang pernah menjadi pusat kedudukan tentara Inggris di Bengkulu sekitar tahun 1719. Berbentuk segi empat seluas 44.100 meter persegi, benteng ini dinobatkan sebagai benteng terluas di Kawasan Asia.

Terdapat parit buatan yang mengelilingi benteng yang berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani ini. Di tiap sudut-sudut benteng juga terdapat meriam pengintai, meriam pertahanan, dan meriam penghancur kapal musuh yang langsung mengarah ke laut. Dari sudut ini pula, pengunjung dapat menikmati keelokan Pantai Panjang dan hamparan samudra luas.

Dalam bastion (bekas ruang perwira), terdapat foto-foto, dokumen, info grafis, serta diorama-diorama yang dapat memberikan informasi terhadap penjajahan di Bumi Raflesia ini. Pada gerbang utama, pengunjung juga dapat menjumpai tiga peti batu yang merupakan makam mantan Gubernur Inggris di Indonesia, Thomas Parr, serta asistennya Charles Murray.

Sementara satu jenazah lainnya tidak diketahui identitasnya. Terdapat pula empat nisan berbahasa Inggris untuk mengenang para perwira dan tokoh Kerajaan Ingris yang tewas di Bengkulu.

Monumen Thomas Parr

Berjarak 100 meter dari Benteng Marlborough, terdapat sebuah monumen yang diberi nama Monumen Thomas Parr. Monumen ini dibangun oleh pemerintah Inggris untuk mengenang Gubernur Inggris di Bengkulu Thomas Parr yang tewas ditikam dan dipenggal kepalanya oleh penduduk setempat. Peristiwa pembunuhan Thomas Parr terjadi tahun 1807, ketika kekejaman Thomas Parr sudah tidak dapat ditolerir lagi oleh masyarakat.

Dalam bangunan seluas 70 meter persegi ini, terdapat tiga buah pintu masuk yang berada di bagian depan monumen dan sisi kanan-kiri monumen. Atap monumen ini berbentuk kubah dengan tinggi bangunan 13.5 meter. Monumen ini juga disebut Kuburan Bulek oleh rakyat Bengkulu.

Terdapat dua persepsi terhadap monumen ini. Bagi rakyat Inggris, monumen ini hadir sebagai bentuk penghormatan kepada Gubernur Thomas Parr. Namun, bagi rakyat Indonesia khususnya Begkulu, monumen ini hadir sebagai bentuk penghormatan bagi rakyat yang berjuang melawan penjajah pada masa itu.

Monumen Inggris Robert Hamilton

Berada di Kecamatan Teluk Segara, Monumen Inggris Robert Hamilton merupakan sebuah bentuk penghormatan untuk Kapten Robert Hamilton. Monumen yang berbentuk tugu ini dibangun pemerintah Inggris pada masa itu untuk mengenang jasa Kapten Robert Hamilton yang merupakan pemimpin pasukan Inggris yang tewas pada 1793.

Makam Eropa

Terletak beberapa ratus meter sebelah utara Monumen Inggris, terdapat sebuah kompleks pemakaman kolonial. Makam tersebut biasa disebut sebagai Makam Eropa. Makam ini berada di belakang sebuah gereja di Jalan Ditra. Orang-orang yang dimakamkan di sana rata-rata berkebangsaan Inggris dan juga Belanda.

Sebagian besar meninggal akibat penyakit malaria yang menyerang Bengkulu pada akhir abad ke-18 dan 19. Konon, tiga orang anak Thomas Stamford Raffles juga dikubur di makam ini. Sayangnya, kini kondisi makam banyak yang rusak akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.

Kompas.com/Firmansyah Rumah Fatmawati di Kota Bengkulu

Rumah Soekarno

Berada tak jauh di sebelah timur Monumen Inggris, terdapat sebuah bangunan yang merupakan rumah dari proklamator Indonesia, Soekarno. Rumah berukuran 9 x 18 meter itu ditempati Soekarno bersama istri keduanya, yakni Inggit Ganarsih juga anak angkat mereka, Ratna Juami.

Selama kurang lebih empat tahun, mulai 1938 hingga 1941, mereka menghabiskan waktu tinggal di rumah itu ketika Soekarno dibuang oleh Belanda ke Bengkulu. Di situlah ada sebuah beranda yang sering digunakan Soekarno dan istri ketiganya, Fatmawati, untuk duduk-duduk.

Kini bangunan yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta ini difungsikan sebagai museum yang menyimpan beragam benda bersejarah, mulai dari sepeda, lemari kayu, pakaian, hingga buku-buku berbahasa Belanda peninggalan Seokarno.

Masjid Jamik Bengkulu

Latar belakang Soekarno sebagai insinyur bangunan ternyata membuat Soekarno merenovasi sebuah masjid ketika ia dibuang ke Bengkulu. Masjid yang berada di persimpangan Jalan Sudirman dan Jalan Suprapto ini direnovasi pada tahun 1983. Karena itu, Masjid Jamik Bengkulu ini juga terkenal dengan sebutan Masjid Bung Karno.

Museum Negeri Bengkulu

Museum yang terletak di Padang Harapan ini menyimpan beragam koleksi, seperti batu-batu pra sejarah, gendang tembaga kuno, dan rumah adat kayu. Museum ini juga menyimpan kain batik Bengkulu yang disebut kain bersurah dengan motif gabungan antara kaligrafi Arab dan motif matahari dari masa Majapahit.

Ada pula tekstil Pulau Enggano beserta alat tenunnya. Di depan museum ini terdapat juga terdapat tabut. Tabut adalah sebuah menara tingginya sekitar 10 meter. Terbuat dari kayu dan kertas, biasanya tabut digunakan dalam arak-arakan melalui jalan-jalan protokol di Kota Bengkulu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com