Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cucu Panji Suherman, Setia pada Tradisi "Bebegig"

Kompas.com - 18/02/2016, 19:42 WIB
Dilestarikan

Menurut cerita rakyat Sukamantri, Prabu Sampulur tidak lama menempati wilayah Tawang Gantungan. Dia selanjutnya digantikan orang kepercayaannya, Margadati.

Pemimpin baru itu berusaha memperbaiki keadaan. Masyarakat mulai mandiri dan perlahan menuju kemakmuran dari pertanian yang berkelanjutan karena didukung oleh pengairan yang baik.

Wilayah Tawang Gantungan pun berganti nama menjadi Karang Gantungan. Kesenian bebegig pun dilestarikan. Awalnya digelar pada saat warga mendapat hewan buruan, seni itu lalu dihelat pada saat panen tiba.

Sejak zaman kemerdekaan Republik Indonesia, tradisi itu digelar setiap HUT Proklamasi 17 Agustus.

Topeng bebegig dengan raut raksasa jahat terbuat dari kayu yang ditatah atau dipahat. Semula untuk membuat topeng ukuran 60 x 50 sentimeter diambil dari bahan kayu sisa penggergajian.

Seiring dengan perjalanan waktu, topeng bebegig dibuat dari kayu gelondongan, terutama jenis mahoni dan albasia. Saat ini motif raut dan karakternya mulai meniru tokoh wayang golek Sunda.

Walaupun tidak ada pakem khusus, sebelum dipertontonkan, para pembuat kedok atau topeng bebegig pergi ke makam keramat demi memperoleh suasana seram.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com