Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saudara Kembar dari Sijuk

Kompas.com - 27/06/2016, 17:33 WIB

”Tetapi, amat banyak Tionghoa tinggal di kampung Melayu dan sebaliknya. Tidak ada pemisahan karena Bangka Belitung rumah untuk semua,” tutur Akhmad Elvian, sejarawan di Pangkal Pinang, ibu kota Babel.

Orang Babel sudah lama mengenal pepatah Fangin Tjongin Jitjong. Pepatah itu berarti Melayu dan Tionghoa sama saja. ”Pepatah itu sudah lama sekali dikenal di Bangka Belitung. Provinsi ini salah satu contoh sukses akulturasi,” ujarnya.

Orang-orang Bangka mengenal sedikitnya 15 hari raya dalam setahun. Perayaan hari besar berdasarkan penanggalan lunar, Hijriah, dan Tiongkok, masing-masing ada tujuh. Hanya satu perayaan berdasarkan kalender Gregorian, Natal.

”Saya ikut merayakan Lebaran, Imlek, dan Tahun Baru. Saya banyak teman dan saudara di lingkungan Tionghoa dan Melayu,” kata Ahiong Lohan, pengusaha asal Belinyu, Bangka.

Tahun ini, rangkaian hari raya berdasarkan kalender Tiongkok dimulai pada 8 Februari. Pada hari itu, seperti lazimnya orang Tionghoa di seluruh dunia, warga Tionghoa di Bangka merayakan Imlek atau Tahun Baru 2563. ”Di Bangka, Imlek atau Sin Cia disebut juga Ko Ngian (Mandarin: Guo Nian) selama tiga hari,” tuturnya.

Pada tahun baru, semua kerabat datang berkumpul. Karena itu, harga tiket pesawat ke Bangka melejit setiap menjelang Imlek. ”Kalau Imlek di Bangka, yang datang ke rumah bukan sesama Tionghoa saja. Tetangga yang Melayu juga datang. Ada yang masak banyak dan mengundang orang sekampung,” ujar Wali Kota Pangkal Pinang Irwansyah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com