Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Kebangkitan Labuan Bajo

Kompas.com - 01/06/2017, 13:18 WIB

LABUAN Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, menjadi salah satu dari 10 destinasi unggulan nasional.

Namun, wajah kota ini sejak ditetapkan menjadi daerah otonomi 2015 nyaris tidak banyak berubah. Jalannya masih sempit, tidak ada trotoar, bahkan lampu jalan pun sangat terbatas.

Bunyi klakson mobil bersahutan di ruas jalan Kampung Ujung sampai Kampung Tengah Labuan Bajo, Manggarai Barat, Sabtu (6/5/2017).

Pengendara harus lebih bersabar melewati jalan itu. Belasan turis asing berjalan kaki di badan jalan sambil memikul ransel di punggung. Ruas jalan itu tidak memiliki trotoar yang layak bagi pejalan kaki.

Ruas-ruas jalan di Labuan Bajo tidak memiliki trotoar, halte bus, saluran air, dan di beberapa titik ruas jalan itu masih gelap gulita pada malam hari.

(BACA: Pasca Kunjungan Rossi, Nama Labuan Bajo Makin Mendunia)

Buruknya sistem drainase membuat setiap terjadi hujan selalu muncul kubangan air di beberapa titik.

Pelataran parkir Bandara Komodo pun tidak memiliki sistem drainase yang baik sehingga terjadi genangan di sejumlah titik saat hujan.

Wilayah Kampung Ujung sampai Kampung Tengah termasuk kawasan yang padat aktivitas masyarakat, wisatawan, pedagang, warung dan restoran, kantor kesyahbandaran, pelabuhan, perhotelan, dan tempat hiburan.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Turis asing sedang berjalan di Pelabuhan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Mereka menuju ke kawasan Taman Nasional Komodo, Jumat (10/3/2017). Ribuan wisatawan asing dan Nusantara berkunjung ke Pulau Komodo untuk melihat Komodo dan menyelam di bawah laut Taman Nasional Komodo.
Semua berjejal di areal sekitar 3 kilometer persegi itu. Trotoar yang dibangun belasan tahun silam itu kini makin sempit dan rusak serta meninggalkan lubang menganga sehingga sulit dilintasi pejalan kaki.

Sampah-sampah berserakan di sejumlah titik. Meski pemda menempatkan tempat sampah di beberapa titik, warga lebih suka membuang sampah sesuai selera.

(BACA: Dikunjungi Valentino Rossi, Ini 5 Obyek Wisata Menarik di Labuan Bajo)

Pelayanan air bersih pun belum menyentuh warga kelas menengah ke bawah. Padahal, pipa-pipa milik PDAM setempat tergeletak di banyak tempat tanpa air di sejumlah tempat.

Hampir 95 persen kebutuhan sayur, buah-buahan, kebutuhan ayam potong, daging sapi, dan bumbu dapur di hotel-hotel dan restoran bagi kebutuhan wisatawan didatangkan dari Bima dan Makassar.

Padahal, kawasan Lembor dan Cancar yang berjarak 70-90 kilometer arah barat Labuan Bajo merupakan wilayah pertanian yang amat subur dengan air berlimpah. Namun, petani dan peternak setempat belum didorong untuk menyuplai kebutuhan tersebut.

Minim gagasan

Pemerhati masalah pariwisata dan lingkungan Manggarai Barat, Marsel Agot SVD, menilai, pemerintah daerah nyaris tidak memiliki ide dan kreativitas untuk mengembangkan pariwisata di Labuan Bajo dan sekitarnya, termasuk menata kota agar lebih bersih dan apik.

Pemerintah cenderung membiarkan kondisi dan potensi yang ada berkembang secara alami.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Wisatawan meninggalkan Labuan Bajo untuk berlayar menuju Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/8/2016). Kementerian Pariwisata menargetkan 12 juta wisatawan mancanegara datang ke Indonesia hingga akhir 2016.
”Selama ini kami belum melihat ada gagasan brilian dari pemerintah daerah untuk memajukan pariwisata di Labuan Bajo dan sekitarnya. Lihat saja penataan kota sama sekali tak ada. Tempat makan hanya di Kampung Ujung. Itu pun tak tertata secara baik. Kemajuan saat ini sesungguhnya karena dipicu gerakan masyarakat melalui media massa dan media sosial,” ujar Agot.

Kota Labuan Bajo juga dibiarkan kering kerontang. Di sisi kiri dan kanan jalan tidak ditanami pohon. Padahal, pohon bukan semata-mata untuk penghijauan dan keindaan kota, melainkan juga menjadi tempat yang nyaman bagi pejalan kaki, terutama para turis yang suka jalan kaki dan bersepeda.

”Ini kota wisata, kota rekreasi. Seharusnya ditata sedemikian rupa sehingga menjadi kota yang nyaman, menyenangkan, dan memiliki daya tarik. Menjual pariwisata sama dengan menjual keindahan, kebersihan, kesopanan, keramahan, kenyamanan, dan kreativitas lokal,” tambah Agot.

Penilaian serupa ditegaskan Koordinator Komunitas Peduli Lingkungan dan Pariwisata Labuan Bajo Robert Kendy Diaz.

Dia menilai pemerintah pusat cukup agresif membangun Labuan Bajo di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif. Namun, semangat yang sama tak diikuti pemda setempat dalam menata dan membenahi wilayahnya.

Padahal, dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo, ada banyak peluang ekonomi yang bisa diraih warga setempat. Salah satu contoh adalah makanan lokal. Sejauh ini, potensi itu belum tergarap.

”Inilah sesungguhnya tugas dan kewajiban pemda. Jika peluang ini terlewatkan, cepat atau lambat, warga setempat hanya menjadi penonton di tengah kemajuan pariwisata Labuan Bajo,” ujarnya.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Permainan tete alu yang menuntut konsentrasi.
Data Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur menyebutkan, jumlah wisatawan ke Labuan Bajo terus meningkat. Pada tahun 2013, misalnya, hanya 32.442 orang, pada tahun 2014 meningkat menjadi 49.422 orang, tahun 2015 meningkat lagi menjadi 61.257 orang, dan tahun 2016 bertambah menjadi 83.712 orang.

Target tahun 2017 sebanyak 100.000 wisatawan. Setiap tahun perbandingan jumlah wisatawan lokal dengan mancanegara adalah 65:35.

Minim warga lokal

Dari total pendapatan asli daerah senilai Rp 75 miliar, sekitar Rp 37 miliar di antaranya berasal dari sektor pariwisata. Jumlah itu sesungguhnya masih tergolong kecil.

Jika pemda setempat serius menggarap, peluang PAD bakal lebih besar lagi. ”Kami khawatir, pemda merasa sudah bekerja banyak untuk mendukung pariwisata di daerah ini,” kata Robert.

Fredrik Sunaryo (51), wisatawan asal Jakarta, berpendapat, sulit menemukan sesuatu yang khas dari masyarakat lokal Labuan Bajo selama empat hari dirinya bersama istri dan tiga anaknya berada di daerah itu. Keterlibatan masyarakat asli dalam kepariwisataan jarang ditemukan.

”Hanya sopir taksi, pemilik kios, dan penjual ikan bakar di Ujung Kampung yang orang lokal. Namun, penjual suvenir khas lokal, seperti ukiran komodo, kaus oblong Labuan Bajo, dan lainnya dijual warga dari luar. Seharusnya orang lokal lebih diberdayakan,” ujarnya.

Saat ini, PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry (Persero) membangun kawasan komersial terpadu di Labuan Bajo.

ARSIP KEMENPAR Tari Caci digelar di Lapangan Batu Cermin, Kabupaten Managgarai Barat, Nusa Tenggara Timur dalam rangkaian Festival Komodo 2017, Kamis (2/3/2017).
Proyek itu berupa pelabuhan marina, peningkatan fasilitas dermaga penyeberangan, hotel berbintang, dan area komersial dengan total investasi sekitar Rp 400 miliar.

Peletakan batu pertama proyek ini dilakukan 20 April 2016 oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Proyek ini ditargetkan rampung Desember 2018.

Wakil Bupati Manggarai Barat Maria Geong mengatakan, sedang menyiapkan sumber daya manusia, infrastruktur, serta sarana dan prasarana pendukung pariwisata Labuan Bajo.

Ia mengapresiasi dukungan pemerintah pusat, LSM, tokoh agama, dan warga terkait pembangunan sektor pariwisata Labuan Bajo.

”Kami menyadari masih banyak hal yang harus dibenahi pada sektor pariwisata di Labuan Bajo. Pemda sedang menyiapkan program pembenahan dan sebagian sudah berjalan,” jelasnya.
(KORNELIS KEWA AMA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com