GARUT, KOMPAS.com - Selain dikenal dengan kuliner dodol dan cokelat, Garut ternyata masih punya kuliner khas yang telah sejak lama ada yaitu Abon Ma'Nio yang telah berproduksi sejak tahun 1960 dan saat ini telah dikelola oleh generasi keempat.
Adalah Wawan Wibisana (55), generasi keempat pengelola Abon Ma'Nio yang saat ini terus memproduksi abon demi menjaga warisan para orangtuanya.
Di tangan Wawan, Abon Ma'Nio saat ini sudah mulai menembus pasar nasional dengan memanfaatkan media sosial. Jika dulu hanya memproduksi abon dan dendeng. Saat ini, sedikitnya ada aneka produk olahan daging yang dibuatnya.
Baca juga : Liburan ke Raja Ampat, Jangan Lupa Bawa Pulang Abon Ikan
"Ada abon sapi variannya pedas dan original, abon ayam, abon urat sapi dan yang terbaru adalah abon ayam kalkun," katanya.
Sementara, untuk produk dendeng daging, menurut Wawan, yang biasa disapa Abah, ada dua jenis dendeng yang diproduksi yaitu dendeng sayat dan dendeng giling yang cita rasanya ada yang pedas dan rasa jeruk.
"Kalau dendeng sayat, dari sayatan daging, kalau giling dagingnya digiling kemudian dikeringkan," katanya.
Baca juga : Menpar: Swiss van Java, Garut Bisa Jadi Destinasi Wisata Unggulan
Wawan menuturkan, usaha pembuatan abon dan dendeng daging sapi awalnya dijalankan oleh Ibu Muslimah yang tidak lain orangtuanya dari neneknya yang bernama Ma Nio. Dari Ma Nio, usaha pembuatan abon dilanjutkan oleh orangtuanya Wawan yaitu Ai Rumani.
Menurut Wawan, untuk urusan pembuatan abon di Garut. Nama keluarganya memang sudah cukup lama dikenal, terutama di Kampung Sanding, Kelurahan Muarasanding, Kecamatan Garut Kota. Makanya, usahanya dilanjutkan secara turun temurun oleh keluarganya.
Wawan yang menjadi anak pertama dari Ai Rumani, generasi ketiga yang membuat abon dan dendeng, mulai menjalankan usaha pembuatan abon sejak tahun 1990-an dan mulai berkembang pesat tahun 2000-an.
"Dulu saya sempat kerja dulu di Jonggol, jadi bagian TU di sekolah SMA, pulang ke Garut kemudian meneruskan usaha orangtua," katanya.
Wawan menuturkan, salah satu faktor yang membuat Abon Ma'Nio bisa bertahan hingga kini adalah usahanya untuk dapat tetap menjaga cita rasa asli pembuatan abon. Meski pengolahannya terbilang tradisional. Namun cita rasa bisa tetap terjaga.
"Semua masih diolah tradisional, biar lebih lama pengolahannya yang penting rasanya terjaga," ujar Wawan.
Saat ini, lanjut Abah, untuk abon daging sapi saja, dalam dua Minggu bisa menjual hingga 50 kilogram dengan harga per kilogramnya mencapai Rp 400.000. Produksi abon dan dendeng akan meningkat tajam biasanya saat menjelang puasa dan hari raya Idul Fitri.
"Peningkatannya bisa sampai dua kali lipat lebih dari hari-hari biasa," katanya.
Beda dengan hari raya Idul Fitri, menurut Wawan, pada hari raya Idul Adha order pembuatan dendeng dan abon bisa meningkat hingga 500 kilogram lebih. Karena, mereka yang berqurban sering menitipkan daging kepadanya untuk diolah menjadi dendeng atau abon.
"Saya hanya dapat ongkos produksinya saja, biasanya per satu kilogram daging biayanya bisa Rp 70 ribu untuk buat abon," katanya.
Pembuatan abon, menurut Wawan, tidak mudah. Untuk abon sapi, daging yang jadi pilihannya adalah daging kami bagian belakang. Sementara, untuk daging ayam yang diambil hanya daging dibagikan dada saja. Bahkan, untuk abon kalkun, dari 12 kilogram daging ayam kalkun utuh, hanya jadi abon paling banyak 1,25 kilogram.
Wawan mengaku, salah satu kendala yang dihadapinya saat ini adalah ketersediaan bahan baku. Karena, untuk produksi 50 kilogram abon ayam saja, dirinya perlu hingga 100 kilogram daging dada ayam yang sulit didapat.
Meski demikian, Wawan mengaku dari hasil usaha meneruskan warisan keluarga ini, dirinya bisa menyekolahkan keempat anaknya hingga perguruan tinggi yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan olehnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.