Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemkab Kulon Progo Dorong Pertumbuhan Perajin Cendera Mata

Kompas.com - 14/04/2018, 07:32 WIB
Dani Julius Zebua,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, dikaruniai alam indah yang mengundang wisatawan. Destinasi wisata di sana menjamur utamanya terdapat di pegunungan Menoreh yang terkenal itu, mulai dari yang berlatar panorama, goa, sungai maupun air terjun.

Guru PAUD di Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo, Ema Warnengsih mencontohkan lokasi di mana ia tinggal. Di sana terdapat destinasi wisata terkenal seperti Goa Kiskendo, Air Terjun Mudal, Air Terjun Kedung Pedut, dll.

Baca juga : Nawu Sendang, Tradisi Turun-temurun di Kulon Progo

Sayangnya, menurut Ema, perkembangan destinasi itu tidak diiringi tumbuhnya pedagang yang menjajakan cendera mata atau suvenir khas. Sebaliknya, pedagang menawarkan suvenir yang tidak variatif, tidak banyak pilihan dan terkesan monoton. Jumlah pedagang pun tidak banyak. “Suvenir kebanyakan baru berupa kaos dan kuliner saja, belum ada yang khas,” kata Ema.

Tidak seperti banyak destinasi wisata di luar Kulon Progo, contohnya Yogyakarta. Di sana, banyak perajin dan suvenir pun sangat beragam. “Misal di Girimulyo ini baru kuliner khas dawet sambal, keripik, geblek tempe saja. Tapi, kerajinan tidak ada,” kata Ema.

Baca juga : Black Hole River Tubing, Wisata Ngeri-ngeri Sedap di Kulon Progo

Seorang guru kerajinan kriya kayu, Sigit Dwi Laksono mengungkap hal serupa Ema. Sigit berasal dari Yogyakarta. Ia bekerja di Kulon Progo. Ia termasuk suka bepergian sambil wisata di kabupaten ini, mulai dari Pantai Glagah, hutan mangrove, hingga Waduk Sermo.

Saat piknik ini, Sigit merasa hampa bila tidak menemukan barang yang menonjolkan kekhasan destinasi maupun Kulon Progo sebagai tuan rumah dari lokasi wisata itu. “Saya melihat belum ada kerajinan yang menunjukkan ciri khas daerah. Padahal ini kan bisa menjadi identitas,” kata Sigit.

Suvenir bisa jadi kenang-kenangan bagi wisatawan atas kunjungan ke sebuah obyek wisata. Kenang-kenangan itu tidak hanya sekadar foto, tetapi juga cindera mata. Saat ini, menurutnya, baru kerajinan batik dengan corak geblek renteng yang berkembang.

“Orang habis wisata ingin pulang sambil membawa suvenir khas. Belum ke Kulon Progo kalau belum membawa sesuatu yang khas,” kata Sigit.

Berbeda dengan Yogyakarta. Sejak lama industri cendera mata berkembang sangat pesat melampaui apa pun dalam skala kecil hingga besar. Contohnya perajin batik di Kampung Tamansari di kawasan kraton, Kasongan di Bantul yang berisi gerabah keramik, ada perajin topeng, suvenir kayu, dan lain-lain.

Dorong Kemunculan Perajin

Kepala Seksi Industri Sandang, Kulit, Kerajinan dari Dinas Perdagangan Kulon Progo Tri Driyanti mengakui bahwa suvenir khas Kulon Progo memang masih tertinggal. Perajin dan produksi suvenir khas sangat minim saat ini.

Pemerintah merasa perlu mendorong pertumbuhan perajin cindera mata khas mulai dari sekarang. Pasalnya, kunjungan wisatawan akan meningkat pesat ke Kulon Progo seiring dengan adanya bandara yang baru New Yogyakarta International Airport (NYIA). Kini, pembangunan bandara tengah berlangsung.

Pemerintah mengharapkan warga Kulon Progo bisa merasakan dampak dari kemajuan pariwisata nanti. Semua destinasi yang ada diharapkan sudah siap menyambut wisatawan dengan keragaman cindera mata khas daerah. “Targetnya memang tinggal 1 tahun,” kata Tri.

Salah satu upaya mendorong tumbuhnya perajin itu melalui pelatihan-pelatihan keterampilan, termasuk pelatihan yang berlangsung selama dua hari, Jumat-Sabtu (13-14 April 2018) ini. Puluhan pemuda baik dari Kecamatan Kokap hingga Girimulyo ikut serta dalam pelatihan ini.

Puluhan pemuda dari berbagai berbagai desa dan kecamatan di Kulon Progo, DI Yogyakarta sedang berlatih membuat suvenir, Jumat (13/4/2018). Miniatur penari Angguk merupakan suvenir awal yang akan diperkenalkan.KOMPAS.com/DANI J Puluhan pemuda dari berbagai berbagai desa dan kecamatan di Kulon Progo, DI Yogyakarta sedang berlatih membuat suvenir, Jumat (13/4/2018). Miniatur penari Angguk merupakan suvenir awal yang akan diperkenalkan.

Keinginan pemerintah untuk mendorong kemunculan perajin suvenir ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Sigit menceritakan, ia memenangkan kompetisi membuat cendera mata khas Kulon Progo pada tahun 2016. Ia membuat miniatur seorang penari Angguk dari ukiran kayu.

Tari Angguk merupakan kesenian rakyat Kulon Progo. Tari ini sering ditampilkan di berbagai perhelatan. Kesenian ini unik karena musik hingga kostum para penarinya yang juga unik. Kostum Angguk menyerupai baju prajurit Belanda yang dihiasi benang-benang emas, pangkat pada bahu kanan kiri penari, slempang, kalung, dan topi pet warna hitam. Penarinya semakin unik karena mengenakan kaos kaki panjang, bercelana pendek, dan kacamata hitam.

“Angguk sudah paten punya Kulon Progo. Angguk selalu disertakan di berbagai acara. Saya angkat Angguk sebagai sesuatu yang khas Kulon Progo,” kata Sigit yang juga menjadi instruktur pada pelatihan membuat cendera mata dari bahan kayu, Jumat (13/4/2018).

Miniatur menggemaskan penari Angguk bikinan Sigit pun memenangkan kompetisi di 2016. Penari Angguk siap jadi ikon cendera mata Kulon Progo yang akan dikembangkan sekarang. Sigit meyakini suvenir penari Angguk bakal diminati wisatawan nanti.

Sigit mengatakan, pasar suvenir terbuka lebar, apalagi suvenir yang berkembang sekarang masih monoton dan itu-itu saja. Sigit mengharapkan, ke depan, suvenir Angguk bisa populer tidak hanya sebagai miniatur patung tetapi juga bisa sebagai gantungan kunci, dicetak dalam bahan fiber, kaos, dan bisa dikembangkan ke bahan yang bukan hanya dari kayu.

Soedarjo, seorang pemilik usaha mebel dari Kecamatan Kokap. Ia tertarik ikut dalam pelatihan pembuatan suvenir. Soedarjo mengatakan, Kulon Progo punya bahan baku berupa kayu yang sangat berlimpah untuk jadi suvenir. “Mahoni, akasia, sonokeling, banyak. Untuk membuat (suvenir) seperti ini, bisa pakai limbah kayu yang mudah sekali ditemui. Kulon Progo berlimpah,” kata Soedarjo.

Ia melihat keuntungan menarik dari bisnis suvenir dengan bahan kayu. “50 persen modal 50 persen keuntungan,“ kata Soedarjo. Yang jadi soal, kata Soedarjo, adalah bagaimana konsisten usai pelatihan.

Tri Driyanti dari Dinas Perindustrian mengatakan, pemerintah tidak lepas tangan usai pelatihan ini. Pemerintah berniat mendata kebutuhan perajin, baik itu peralatan, memberi pendampingan para perajin baru, hingga mengarahkan produksi mereka ke pasar. “Alat-alat itu apa saja, nanti kita bikin pengajuan DAK di 2019,” kata Tri Driyanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com