Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Flores, Menabur Jagung di Limbu Mbupu Lea dan Amu

Kompas.com - 13/11/2018, 13:29 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com — Ahli waris Suku Lowa yang memegang kekuasaan penuh dalam tradisi Kebhu, Donatus Jimung menabur jagung di pinggir Limbu (kolam) Mpubu Lea dan Mpubu Amu, Minggu (28/10/2018) di pesisir selatan Nangarawa, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Benih jagung yang ditaburkan bukanlah benih jagung yang kasar melainkan benih jagung yang sudah dihaluskan.

Ahli waris yang memiliki kekuasaan penuh dalam melaksanakan tradisi kebhu dari Suku Lowa hanya dari keturunan anak sulung di dalam lingkungan suku Lowa tersebut.

Tradisi Kebhu tidak bisa dilaksanakan oleh keturunan yang berpangkat adik dalam keturunan Suku Lowa yang hidup dan tinggal di Kampung Muting, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Ini sangat unik dan mistis.

Baca juga: Kampung Adat Todo, Pusat Peradaban Minangkabau di Flores Barat

Menabur jagung halus di sudut Limbu (kolam) Mpubu Lea dan Amu untuk menandakan bahwa tradisi Kebhu yang diwariskan leluhur Suku Lowa siap masuk ke kolam secara massal untuk menangkap ikan dan biota lainnya.

Ini sebagai tanda aba-aba agar ratusan orang yang memadati pinggir kolam itu dengan berbagai peralatan alat tangkap tradisional siap masuk ke kolam untuk menangkap ikan dan biota lainnya yang dijaga selama lima tahun.

Donatus Jimung sebagai ahli waris dan pemegang kekuasaan sedang melaksanakan ritual Kebhu di Limbu Mbupu Lea dan Amua dengan mempersembahkan sesajian di makam leluhur Suku Lowa, Minggu (28/10/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Donatus Jimung sebagai ahli waris dan pemegang kekuasaan sedang melaksanakan ritual Kebhu di Limbu Mbupu Lea dan Amua dengan mempersembahkan sesajian di makam leluhur Suku Lowa, Minggu (28/10/2018).
Sesudah ritual adat menabur jagung halus oleh pewaris Suku Lowa itu dilanjutkan dengan membuang Ndala (jala) adat yang khusus dipakai dalam ritual tersebut. Bahkan, hanya ahli waris itu yang pertama masuk di kolam sambil menebarkan Ndala adat tersebut. Ini sangat langka di era teknologi canggih saat ini.

Baca juga: 6 Oleh-oleh yang Bisa Dibeli saat Liburan ke Flores NTT

Namun, warisan leluhur itu tidak terpengaruh dengan perkembangan zaman dengan peralatan canggih. Bahkan, Ndala adat (jala) itu terbuat dari benang bukan dari tali nilon atau tali plastik. Ini merupakan warisan leluhur yang ramah dengan lingkungan saat dilaksanakan ritual Kebhu dalam sekali lima tahun.

Saat ahli waris menabur jagung halus, mereka mengucapkan kalimat dalam bahasa Rongga yang diwariskan leluhur Suku Lowa kepada anak pertama secara turun temurun.

Mereka mengucapkan bahasa adat, “rengo ika lere liang, oro lau mbahu oro lau”. Artinya: ikan dan berbagai biota di muara itu agar keluar dari persembunyian.

Baca juga: Rasa dan Aroma Kopi Manggarai Memikat Dosen Binus Jakarta

Bahasa adat yang diucapkan itu meminta restu alam semesta, Sang Pencipta alam semesta dan leluhur agar ikan dan biota lainnya di kolam banyak dan mudah ditangkap oleh ratusan warga dari berbagai golongan, agama dan suku yang diundang untuk sama-sama melaksanakan ritual Kebhu.

Ini sangat langka terjadi di dunia ini. Namun, anggota Suku Lowa sangat taat dengan warisan lisan ini secara turun temurun. Apabila ada anggota keluarga Suku Lowa yang melanggar warisan ini maka akan ada bahaya yang menimpa anggota keluarga.

Papan pengumuman yang ditempelkan di pohon asam di Nangarawa dari Pemerintah Desa Bamo untuk melarang warga menangkap ikan dan biota lainnya di Limbu Mbupu Lea dan Amu, Minggu (28/10/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Papan pengumuman yang ditempelkan di pohon asam di Nangarawa dari Pemerintah Desa Bamo untuk melarang warga menangkap ikan dan biota lainnya di Limbu Mbupu Lea dan Amu, Minggu (28/10/2018).
Hal inilah yang membuat anggota keluarga Suku Lowa sangat taat dengan aturan adat yang diwariskan secara turun temurun hingga di era milenial ini.

Mpubu Lea dan Amu, Sang Penjaga Limbu di Nangarawa

Kisah lisan yang terus diwariskan dalam Suku Lowa, leluhur mereka dengan sebutan Mpubu Lea dan Amu (suami istri) merupakan sang penjaga Limbu yang mistis. Akhirnya Limbu (kolam) itu dinamakan Limbu Mpubu Lea dan Amu.

Limbu Lea dan Amu merupakan sebuah muara yang tidak tembus ke laut di pesisir selatan dari Manggarai Timur.

Mama Karolina Ojo (90), istri dari almarhum Salesius Ngesa, dan Mama dari Donatus Jimung kepada Kompas.com di Zao Merjhe Suku Lowa, Minggu (28/10/2018) mengisahkan bahwa ahli waris menerima kisah lisan secara turun temurun tentang ritual Kebhu dengan menabur jagung halus di pinggir Limbu (kolam).

Konon dikisahkan bahwa sesungguhnya memakai jagung untuk menabur di kolam itu karena hidup ribuan ayam yang berubah menjadi ikan di kolam tersebut. Kisah mistis di balik peristiwa itu yang hanya diketahui oleh Mpubu Lea dan Amu sesuai petunjuk leluhur Suku Lowa di kawasan Nangarawa.

Seorang warga di Nangarawa, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Minggu (28/10/2018) sedang memikul Sosa, alat tangkap tradisional yang terbuat dari bambu halus (helung).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang warga di Nangarawa, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Minggu (28/10/2018) sedang memikul Sosa, alat tangkap tradisional yang terbuat dari bambu halus (helung).
Ojo menjelaskan, tidak menggunakan bahan lain dalam menabur di pinggir muara itu dalam ritual Kebhu melainkan hanya jagung halus. Bahan-bahan untuk diritual diupacarai di Zao Merjhe Suku Lowa di Kampung Munting pada malam hari sebelum dilaksanakan ritual Kebhu keesokan harinya.

Semua bahan disiapkan termasuk masak ketupat jagung berjumlah empat buah. Bahan-bahan itu disimpan dalam Neol (keranjang tradisional) yang digendong oleh seorang perempuan yang sudah ditunjuk dalam ritual adat di Zao Merjhe Suku Lowa. Jadi dalam keranjang adat berisi jagung halus, ketupat jagung, Ndala (jala), ayam warna merah, sirih, kapur sirih dan pinang.

“Semua kisah ini dituturkan secara turun temurun kepada keturunan Suku Lowa di Kampung Munting, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Jika ada anggota keluarga yang melanggar warisan ini dalam ritual Kebhu maka akan mendapatkan bahaya dalam keluarga. Jadi semua anggota keturunan Suku Lowa harus taat dengan warisan leluhur Suku Lowa,” jelasnya.

Ritual Adat di Watu Nurung Ponange

Mama Ojo menjelaskan, rituat adat pertama dilakukan Zao Merhje (mbaru gendang) di Suku Lowa. Selanjutnya di Watu Nurung (batu sesajian berbentuk bulat) di bawah Ponange (pohon asam) yang tak jauh dari bibir pantai Nangarawa.

Warga sedang menangkap ikan dan biota lainnya di Limbu (kolam) Mbupu Lea dan Amu di Nangarawa, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Minggu (28/10/2018). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Warga sedang menangkap ikan dan biota lainnya di Limbu (kolam) Mbupu Lea dan Amu di Nangarawa, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Minggu (28/10/2018).
Ponange (pohon asam) itu merupakan tempat yang sudah ditentukan oleh leluhur Suku Lowa dalam melaksanakan ritual adat di tempat terbuka sebelum menuju ke muara atau kolam Mpubu Lea dan Amu.

Semua kisah itu disaksikan langsung oleh Kompas.com bersama Ino Sengkang dan Stefanus Selasa bersama ratusan warga dari tujuh desa tetangga yang mengikuti ritual Kebhu, Minggu (28/10/2018).

Semua orang yang hadir dalam ritual Kebhu itu memadati Ponange untuk mengikuti ritual memberikan sesajian kepada leluhur, alam semesta dan Sang Pencipta Kehidupan di dunia ini. Ritual sangat terasa dengan penuh mistis.

Mama Ojo mengisahkan, ritual adat itu harus dilaksanakan di tempat itu karena sudah ditentukan oleh leluhur Suku Lowa.

Sebagaimana disaksikan oleh Ino Sengkang dan Stefanus Selasa bersama dengan Kompas.com, Minggu (28/10/2018), semua bahan dikeluarkan dari Neol (keranjang) yang dibawa seorang perempuan keturunan Suku Lowa yang sudah ditentukan.

Sirih, kapur sirih, pinang, ketupat jagung, ayam dan jagung halus dikeluarkan dan ditempatkan di sekitar Watu Nurung tersebut.

Ahli waris Ritus adat Kebhu, Donatus Jimung  melempar Ndala sebagai tanda tradisi Kebhu dimulai di Muara Limbu Lea, Nangarawa, Minggu (28/10/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Ahli waris Ritus adat Kebhu, Donatus Jimung melempar Ndala sebagai tanda tradisi Kebhu dimulai di Muara Limbu Lea, Nangarawa, Minggu (28/10/2018).
Selanjutnya, Donatus Jimung, ahli waris menancapkan sebuah kayu cabang di sekitar batu sesajian tersebut. Ketupat jagung digantungkan di kayu tersebut.

Tak lama sesudah itu, tetua adat Suku Lowa yang sudah dipercayakan menyampaikan tutur adat untuk meminta restu leluhur dalam alam semesta dan Sang Pencipta agar merestui ritual Kebhu tersebut di tahun ini.

“Darah ayam diteteskan di Watu Nurung (batu sesajian) bersama dengan jagung halus untuk dipersembahkan kepada leluhur sebagai penjaga Limbu Mpubu Lea dan Amu, alam semesta dan Sang Pencipta agar saat melaksanakan ritual Kebhu di muara itu bisa menangkap ikan dan biota lainnya oleh ratusan warga yang masuk di dalam kolam tersebut,” jelasnya.

Keturunan Langsung dari Lowa Ngurumoma

Donatus Jimung bersama Mamanya dan Keluarga Suku Lowa lainnya menuturkan, kisah yang diwariskan oleh orangtua dan leluhur Suku Lowa di Kampung Munting bahwa Suku Lowa yang berada di kampung itu merupakan keturunan langsung dari leluhur pertama mereka yang dikenal nama Ngurumoma.

Dikisahkan bahwa Ngurumoma merupakan manusia raksasa di suku tersebut. Ngurumoma dikenal dengan pagat lima jua atau manusia raksasa yang memiliki lebar pinggang tujuh jengkal.

Ratusan warga dari 7 desa dan berbagai etnis mengikuti tradisi Kebhu di Muara Limbu Lea, Nangarawa, Desa Bamo, Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, NTT, Minggu (28/10/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Ratusan warga dari 7 desa dan berbagai etnis mengikuti tradisi Kebhu di Muara Limbu Lea, Nangarawa, Desa Bamo, Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, NTT, Minggu (28/10/2018).
“Ini kisah terus menerus dikisahkan oleh orangtua kami. Orangtua kami memperoleh kisah ini dari leluhur di Suku Lowa di Kampung Munting. Anggota Suku Lowa dilarang makan daging dengan darah. Kecuali makan ikan saat ritual adat berlangsung. Seperti saat seorang anggota suku meninggal dunia maka seluruh anggota keluarga Suku Lowa tidak boleh makan daging berdarah,” jelasnya.

Mama Edeltrudis Anggo kepada Kompas.com di pinggir Limbu Mpubu Lea dan Amu mengisahkan, beberapa tahun lalu saat ritual Kebhu dilaksanakan di Limbu Mpubu Lea dan Amu, ratusan warga yang turun di kolam berhasil menangkap ikan dan biota lainnya.

Ikan yang ada di kolam diantaranya Ikan Mbahu (bahasa rongga) atau Ikan Belana, Tangka Lere, Pipi tea, Kalamango atau kepiting besar, Elo (bahasa Rongga) atau belut, ana Mbo (bahasa Rongga) atau Ipun.

“Kami biasa menangkap ikan dan berbagai biota lainnya di kolam Mpubu Lea dan Amu saat ritual Kebhu dilangsungkan. Ritual ini hanya dilaksanakan setengah hari yang diatur oleh ahli waris Suku Lowa,” kata Mama Edeltrudis Anggo.

Ibu Hamil Dilarang Masuk Kolam

Mama Edeltrudis Anggo menjelaskan, saat ritual Kebhu dilangsungkan, seorang ibu hamil dilarang masuk kolam. Apabila ada seorang ibu hamil masuk dalam kolam maka ratusan warga tidak mendapatkan ikan dan biota lainnya saat ritual itu dilangsungkan. Ikan dan biota lainnya kosong di kolam Mpubu Lea dan Amu. Masih banyak lagi aturan-aturan adat yang harus ditaati.

Ratusan warga dari 7 desa dan berbagai etnis mengikuti tradisi Kebhu di Muara Limbu Lea, Nangarawa, Desa Bamo, Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, NTT, Minggu (28/10/2018). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Ratusan warga dari 7 desa dan berbagai etnis mengikuti tradisi Kebhu di Muara Limbu Lea, Nangarawa, Desa Bamo, Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, NTT, Minggu (28/10/2018).
“Banyak hal yang harus ditaati warga saat mengikuti ritual Kebhu. Selain itu alat tangkap tradisional yang dipakai adalah Ndala adat (jala adat), Sosa, alat tangkap ikan dan udang yang terbuat dari bambu, Ndai (sejenis kelambu adat), dan lain sebagainya,” katanya.

Merayakan Sumpah Pemuda di Limbu Mpubu Lea dan Amu

Ino Sengkang dan Stefanus Selasa bersama dengan ratusan pemuda dari tujuh desa di kawasan Selatan dari Kabupaten Manggarai Timur bersama dengan wartawan Kompas.com, sejumlah Pastor dan Frater Tahun Orientasi Pastoral dan siswa Seminari Pius XII Kisol merayakan Sumpah Pemuda di Limbu Mpubu Lea dan Amu.

Cara merayakan Sumpah Pemuda dengan mengamati dan melihat langsung ritual Kebhu yang ramah lingkungan dan penuh persaudaraan.

Pastor Edo Sateng, Pr kepada Kompas.com, Minggu (28/11/2018), mengatakan dirinya bersama siswa Seminari Pius XII Kisol serta sejumlah Frater TOP (tahun orientasi Pastoral) sebagai calon imam Katolik melihat dan menyaksikan langsung bagaimana ritual Kebhu dilaksanakan oleh Suku Lowa dan ratusan warga.

Ahli waris Ritus adat Kebhu, Donatus Jimung bersama keluarganya melaksanakan ritus adat di Watu Nurung Suku Lowa di bawah pohon Punange atau pohon asam di Kampung Nangarawa, Minggu (28/10/2018). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Ahli waris Ritus adat Kebhu, Donatus Jimung bersama keluarganya melaksanakan ritus adat di Watu Nurung Suku Lowa di bawah pohon Punange atau pohon asam di Kampung Nangarawa, Minggu (28/10/2018).
"Bersama dengan itu, kami merayakan Sumpah Pemuda di Limbu Mpubu Lea dan Amu dengan cara mengamati keunikan ritual Kebhu di kolam Mpubu Lea dan Amu," katanya.

Ino Sengkang dan Stefanus Selasa mengungkapkan ritual Kebhu sangat mistis dan ramah dengan lingkungan. “Sungguh terasa mistis pelaksanaan Ritual Kebhu yang dilangsungkan oleh Suku Lowa di Manggarai Timur,” ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com