Di Denmark, identitas original Yahudi tidak tampak, sedangkan di Buenos Aires, potongan rambut, topi dan pakaian mereka masih persis sama dengan yang digunakan dari beberapa ribu tahun yang lalu. Selain suka bercerita, ternyata dia juga pendengar yang baik.
Pak Fadli membeli beberapa buku kuno dan map kuno dari toko ini dan menyampaikan kekagumannya akan dedikasi pemilik toko buku untuk tetap memasarkan berbagai buku kuno, yang semakin sulit diperoleh di mana-mana.
Oh iya, beliau memang memiliki perpustakaan dengan koleksi sekitar 6.000-an buku. Wah, saya jadi terkagum-kagum dengan perpustakaan tersebut.
Ah, itu mengingatkan saya sewaktu masih di sekolah dasar. Ibu saya juga memliki perpustakaan komik dari koleksi HC Andersen, Kho ping Ho, dan novel-novel laris Barbara Cartland di Surabaya, tahun 1970-an.
Sore berlalu, kami harus sholat Isha. Setelah seharian mengunjungi dua museum, satu perpustakaan, satu kompleks makam, dan sempat mampir makan siang di kedai kebab, dan membeli map kuno di toko barang antik, akhirnya saya mengantar Pak Fadli ke hotel tempatnya menginap.
Jalan-jalan bersama dia, saya jadi melihat sisi lain seorang Fadli Zon yang selama ini lantang berbicara di media massa dan media sosial. Ternyata dia pecinta buku dan sejarah, juga pendengar yang baik... (Joevi Roedyati, Minister Counsellor Kedubes RI di Denmark)