Kisahnya diawali kala Ezta berwisata mengelilingi Amerika Selatan seperti Kuba, Bogota, Peru, hingga Ekuador pada pertengahan Februari 2020.
Saat itu, kasus virus corona belum terdeteksi di negara-negara Amerika Selatan dan diakuinya perjalanan wisata masih berjalan normal.
Barulah situasi berbeda dirasakan ketika dirinya berada di Kepulauan Galapagos, Ekuador.
Ia menerima laporan dari pengelola jasa akomodasi tempat dirinya menginap bahwa ada penemuan kasus virus corona di Ekuador.
"Pada saat itu, pemerintah sepertinya mau melakukan penutupan perbatasan baik bagi warga negaranya maupun wisatawan," ujarnya.
Kemudian, ia lantas bergerak ke Quito dan mempertanyakan nasibnya jika kelak pemerintah Ekuador menerapkan lockdown.
Baca juga: Vietnam Mulai Buka Tempat Wisata untuk Wisatawan Domestik
Ia pun mencari solusi dengan menghubungi rekannya yang memiliki akses ke KBRI Quito. Tak disangka, respon cepat ditunjukkan KBRI dengan cara mengontak Ezta.
"Pihak KBRI pun datang menemui saya dan memberikan bantuan berupa sembako, masker, hand sanitizer, dan lainnya. Mereka memastikan bahwa saya baik-baik saja," terangnya.
Lanjutnya, Ezta pun berdiskusi dengan pihak KBRI tentang kejelasan nasib dirinya di negara tersebut.
Hasil diskusi menyatakan dirinya enggan untuk pulang kembali ke Tanah Air di kala situasi masih mencekam.
Alasannya enggan pulang juga ditambah dengan pengumuman resmi dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terkait penutupan perbatasan Indonesia mulai 16 Maret hingga 10 April.
Berada di dua negara yang menerapkan kebijakan lockdown membuat pergerakan Ezta selalu diawasi pemerintah setempat.
Ia bercerita selama dua bulan berada di Quito, ibukota Ekuador, dirinya sangat jarang keluar rumah.
Pemerintah Ekuador menerapkan kebijakan orang hanya boleh keluar dengan alasan penting seperti ke supermarket dan rumah sakit untuk urusan medis.
Baca juga: Mal di Thailand Kembali Dibuka Usai Lockdown Dilonggarkan
Pemerintah juga menerapkan kebijakan pembatasan waktu beraktivitas di luar rumah yaitu pukul 05.00 hingga 14.00 waktu setempat.
Sementara itu, untuk waktu di atas pukul 14.00 hingga pukul 05.00 pagi, semua orang wajib berada di rumah.
"Jadi memang benar-benar teratur. Penduduknya di sana kan ada sekitar 3 juta orang, hitungannya kota padat penduduk, tapi mereka semua paham akan kondisi ini, jadi ada jaga jarak dan lainnya," jelas Ezta.
Selain itu, di tempat penginapan Ezta tinggal, protokol kesehatan Covid-19 juga diadakan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.