Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi UNESCO Minta Stop Pembangunan Proyek di TN Komodo NTT

Kompas.com - 03/08/2021, 20:10 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti,
Ni Luh Made Pertiwi F.

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Komite Warisan Dunia (WHC) UNESCO meminta pemerintah Indonesia untuk menyetop pembangunan proyek infrastruktur pariwisata di Taman Nasional (TN) Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca juga: UNESCO Minta Indonesia Hentikan Proyek Jurassic Park di TN Komodo, Ini Kata Kemenko Marves

Permintaan tersebut tercantum dalam sebuah dokumen bertajuk Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia bernomor WHC/21/44.COM/7B.

Dokumen tersebut dikeluarkan setelah konvensi daring pada 16–31 Juli 2021 di Fuzhou, China.

Isi dokumen itu membahas isu-isu konservasi di sejumlah situs warisan dunia UNESCO atau World Heritage List, analisis, serta langkah-langkah yang akan dilakukan oleh WHC.

Adapun, salah satu isu konservasi yang dibahas adalah pembangunan proyek di TN Komodo.

Sebagai informasi, TN Komodo telah menjadi bagian dari situs warisan dunia UNESCO sejak tahun 1991.

Baca juga: Sandiaga Jelaskan Rencana Pengembangan Lima Destinasi Super Prioritas

Taman nasional tersebut berada di Labuan Bajo yang merupakan salah satu dari lima destinasi super prioritas (DSP) yang diumumkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Isu konservasi di TN Komodo berdasarkan dokumen UNESCO

Menurut dokumen UNESCO, pada 9 Maret 2020, WHC mengirim surat permintaan klarifikasi ke pemerintah Indonesia mengenai adanya laporan pihak ketiga tentang rencana pengembangan di lokasi tersebut.

Pihak ketiga juga melaporkan ancaman-ancaman lain yang berdampak terhadap Outstanding Universal Value (Nilai Universal Luar Biasa atau OUV) di lokasi yang sama.

Baca juga: UNESCO Minta Hentikan Proyek di TN Komodo, Ini Tanggapan Menparekraf Sandiaga

Menurut situs web UNESCO, OUV adalah signifikansi alam dan/atau budaya yang luar biasa, dan menjadi kepentingan bersama untuk masa kini serta masa depan bagi seluruh umat manusia.

Adapun ancaman-ancaman yang dimaksud adalah pengembangan infrastruktur di Pulau Rinca guna mengantisipasi perhelatan G-20 Summit di 2023, serta konstruksi fasilitas pariwisata di Pulau Padar tanpa sepengetahuan WHC seperti yang sudah terlampir di Panduan Operasional.

Ilustrasi komodoShutterstock Ilustrasi komodo
Sementara itu, ancaman-ancaman lainnya adalah target pertumbuhan pariwisata yang signifikan, reformasi pariwisata yang berpotensi memberi dampak terhadap mata pencaharian komunitas setempat, peningkatan yang signifikan pada aktivitas pemancingan ilegal, dan sejumlah isu pengelolaan di wilayah laut lokasi tersebut.

Kemudian, pada 30 April dan 6 Mei 2020, pemerintah Indonesia menginformasikan sejumlah hal kepada WHC.

Pemerintah mengembangkan Integrated Tourism Master Plan (Rencana Pariwisata Terintegrasi atau ITMP) di Labuan Bajo, termasuk Pulau Rinca dan Pulau Padar. Selain itu, pemerintah juga mulai fokus pada pariwisata berkualitas dibandingkan pariwisata massal.

Baca juga: Selamat Datang Jurassic Park di Pulau Rinca

Fasilitas yang berada di “zona pemanfaatan” tengah diperbaharui oleh pemerintah guna meningkatkan kualitas dan membuatnya tahan bencana alam serta perubahan iklim.

Selanjutnya, Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) tengah dibuat dan tindakan lain juga sedang direncanakan untuk menanggulangi potensi membahayakan OUV.

Pemerintah, dalam hal ini melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga menjelaskan bahwa populasi komodo di lokasi tersebut meningkat dari 2.430 menjadi 3.022 periode tahun 2015-2019.

Baca juga: Rencana Pemerintah Menyulap Pulau Rinca Jadi Jurassic Park Tuai Kecaman

Pada 30 Oktober 2020, WHC meminta pemerintah Indonesia untuk tidak melanjutkan proyek infrastruktur pariwisata yang berpotensi memengaruhi OUV sebelum adanya peninjauan AMDAL dari Uni Internasional Konservasi Alam (IUCN).

Pada waktu yang sama, pemerintah mengirim AMDAL kepada WHC terkait konstruksi infrastruktur pariwisata di Pulau Rinca.

Selanjutnya, berdasarkan peninjauan dari IUCN, WHC meminta pemerintah untuk merevisi dan mengumpulkan ulang AMDAL berdasarkan Panduan Operasional dan Catatan Masukan dari IUCN.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dengan BOPLBF melaksanakan famtrip dengan media di kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Minggu, (13/9/2020). (HANDOUT/BOPLBF)HANDOUT/BOPLBF Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dengan BOPLBF melaksanakan famtrip dengan media di kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Minggu, (13/9/2020). (HANDOUT/BOPLBF)
WHC juga telah menyatakan permintaan yang sama pada 12 Januari dan 12 Maret 2021. Saat penulisan dokumen ini, pemerintah Indonesia belum mengumpulkan AMDAL yang telah direvisi.

Baca juga: Peneliti LIPI: Proyek Jurassic Park di Rinca Tak Bahayakan Habitat Komodo

Oleh karena itu, WHC meminta pemerintah untuk menghentikan sementara seluruh proyek infrastruktur pariwisata di dan sekitar lokasi yang berpotensi berdampak pada OUV hingga AMDAL dikumpulkan untuk ditinjau oleh IUCN.

Adapun WHC juga meminta pemerintah mengumpulkan laporan terbaru tentang status konservasi di lokasi tersebut paling lambat pada 1 Februari 2022. 

Adapun permintaan lain dari UNESCO dapat dilihat di dokumen aslinya pada tautan berikut.

Apa yang sebenarnya menjadi polemik awal? Klik halaman selanjutnya untuk mengetahui Proyek KSPN dan Jurassic Park.

Teluk komodo yang difoto dari atas Pulau Rinca, di kawasan TN Komodo, NTT, Selasa (13/11/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Teluk komodo yang difoto dari atas Pulau Rinca, di kawasan TN Komodo, NTT, Selasa (13/11/2018).

Proyek KSPN dan Jurassic Park

Pemerintah tengah mengembangkan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, NTT.

Salah satu kawasan yang akan mengalami perubahan desain secara signifikan adalah Pulau Rinca di Kabupaten Manggarai Barat.

Baca juga: Pulau Kelor, Bukit Cantik Wajib Dikunjungi Sebelum Menuju Pulau Rinca

Pulau tersebut akan menjadi tempat wisata premium berkonsep geopark yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan. Konsep tersebut juga dikenal dengan sebutan Jurassic Park.

Baca juga: Polemik Proyek Jurassic Park, Pemprov NTT: Harus Dibedakan Pulau Rinca dan Pulau Komodo

“Tujuan utama konsep ini adalah mempromosikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan dengan mengembangkan potensi yang ada dengan cara yang berkelanjutan,” kata Menteri Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, kepada Kompas.com pada 16 September 2020.

Baca juga: Rencana Pemerintah Menyulap Pulau Rinca Jadi Jurassic Park Tuai Kecaman

Nantinya akan terdapat sejumlah bangunan di pulau tersebut, antara lain pusat informasi, selfie spot, toilet umum, dan area trekking yang didesain supaya tidak mengganggu lalu lintas komodo.

Rencana pembangunan ini pun mendapat tanggapan beragam. Seperti apakah? Klik halaman selanjutnya.

 

Satwa endemik Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (4/6/2012).   KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZESKOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Satwa endemik Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (4/6/2012). KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
Rencana pembangunan mendapat tanggapan beragam

Rencana pembangunan di TN Komodo tersebut mendapat tanggapan beragam dari banyak pihak, salah satunya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Direktur Walhi NTT, Umbu Walang, mengatakan bahwa pembangunan tersebut akan berdampak terhadap habitat komodo.

“Sebagai kawasan konservasi, Pulau Rinca tidak memerlukan infrastruktur seperti yang dipikirkan pemerintah. Sebab, pembangunan ini, menurut Walhi, justru akan membayakan komodo,” kata Umbu kepada Kompas.com pada 26 Oktober 2020.

Baca juga: Wisata Super Premium Pulau Komodo untuk Pariwisata Berkelanjutan?

Sementara itu, peneliti herpetofauna Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Evy Ayu Arida menduga, pembangunan Jurassic Park bertujuan sebagai sarana edukasi masyarakat.

“Barangkali, ini cara pemerintah untuk melayani keperluan edukasi bagi masyarakat tentang adanya komodo dan habitatnya yang terbatas,” kata Evy kepada Kompas.com pada 27 Oktober 2020.

Ia menerangkan bahwa upaya konservasi mengandung tiga pilar, yakni perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan.

Baca juga: Benarkah Jurassic Park Komodo Ancam Konservasi? Ini Kata Peneliti LIPI

Salah satu bentuk pemanfaatan adalah pariwisata untuk edukasi tentang satwa langka, termasuk wisata di TN Komodo. Kendati demikian, diskusi mengenai konservasi yang ada selama ini hanya sebatas pada perlindungan.

“Jadi kalau pembangunan itu mengganggu konservasi, saya pikir perlu diluruskan. Kalaupun dibangun, itu untuk edukasi dan sesuai dengan kaidah konservasi, hanya saja caranya perlu diperbaiki,” ujarnya.

Pulau RincaKOMPAS.COM/DANI PRABOWO Pulau Rinca

Tanggapan pemerintah terkait dokumen UNESCO

Juru Bicara Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, mengatakan bahwa permintaan tersebut berdasarkan laporan pihak ketiga.

Sehingga, menurutnya, laporan bisa berasal dari siapa atau kelompok mana saja.

“Saat ini pemerintah akan tetap fokus pada upaya meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Manggarai Barat dan upaya kita jaga lingkungan,” kata Jodi, Minggu (1/8/2021).

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan bahwa ia sedang meminta minute of meeting dari UNESCO, sekaligus ingin melihat secara detail dan membahas diskusi yang dilakukan pada meeting yang menjadi referensi tersebut.

Baca juga: UNESCO Minta Hentikan Proyek di TN Komodo, Ini Tanggapan Menparekraf Sandiaga

“Bagi kami tentunya fokus daripada Labuan Bajo dan lima destinasi super prioritas (DSP) ini adalah menghadirkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan lingkungan. Jadi apapun yang akan kita lakukan di Labuan Bajo itu harus berdasarkan kajian dari dampak pada lingkungan hidup,” ujarnya.

Baca juga: Pengembangan Pariwisata Labuan Bajo Tidak Akan Merelokasi Penduduk

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa penyusunan AMDAL harus dikoordinasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Pada akhirnya tujuannya juga mengarahkan kita kepada TN Komodo yang dikelola dengan penuh kehati-hatian agar biodiversity (keanekaragaman hayati), ekosistemnya tidak terganggu,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com