Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Strategi Travel Bubble untuk Bangkitkan Sektor Pariwisata

Kompas.com - 22/09/2021, 16:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sangat tepat pula ketika Kemenparekraf mencanangkan Program Work From Bali bagi aparatur sipil negara (ASN) di tujuh kementerian/lembaga (K/L) di bawah Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk menumbuhkan kembali ekonomi yang sempat kontraksi hingga minus 9 persen.

Kebijakan yang strategis dan insentif yang tepat memang perlu diperluas supaya pariwisata domestik dapat memimpin rebound di fase awal pemulihan.

Sebab, secara teknis, pariwisata domestik memiliki potensi untuk sepenuhnya menggantikan pengunjung asing.

Data Kemenparekraf 2019 menunjukan, terdapat 16,12 juta wisatawan asing masuk ke Indonesia, dan sekitar 6,5 juta wisatawan Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri.

Sementara pada 2020, jumlah wisatawan asing merosot sebesar 74,84 persen sehingga menjadi 4.052.923 kunjungan saja.

Jika semua turis domestik outbond tinggal di Indoensia maka Indonesia dapat memperkecil angka kemeresotan kunjungan tersebut.

Memang pariwisata domestik relatif mudah untuk dipromosikan. Tetapi, pariwisata domestik juga memiliki beberapa tantangan tersendiri seperti operasi terbatas maskapai penerbangan dan hotel karena pemberlakukan PPKM, rendahnya minat wisatawan lokal ke destinasi domestik, rendahnya permintaan karena ketakutan orang akan infeksi, dan pendapatan masyarakat yang berkurang akibat pandemik Covid-19.

Travel bubble bilateral

Langkah strategis lainnya adalah mengembangkan "gelembung perjalanan" atau travel bubbles yang sering juga disebut sebagai jembatan perjalanan (travel bridges) atau koridor korona (corona corridors)

Sejatinya, konsep travel bubble adalah perluasan dari konsep "gelembung sosial". Orang memperluas zona karantina mereka untuk memasukkan lebih banyak orang yang mereka anggap aman.

Baca juga: Manfaat Travel Bubble, Mudahkan Pergerakan Orang Antarnegara

Dalam memberlakukan travel bubble pemerintah dapat mengizinkan masuknya pengunjung untuk perjalanan bisnis saja atau juga termasuk perjalanan liburan dari negara lain melalui gelembung perjalanan atau koridor hijau.

Travel bubble biasanya memerlukan pengujian sebelum keberangkatan, setelah kedatangan, dan periode karantina yang lebih pendek.

Travel bubble pertama di Asia dan Pasifik terjadi antara Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Korea pada 1 Mei 2020. Itu terbatas pada pelancong bisnis yang memiliki undangan dari perusahaan di negara lain.

Negara Asia lainnya yang sudah menerapkan travel bubble adalah Thailand. Pemerintah Thailand mengharuskan wisman yang datang untuk melakukan karantina di daerah Phuket selama lima hari. Setelah lolos karantina dan dinyatakan sehat, barulah wisman tersebut boleh melancong di kota lainnya.

Biasanya, travel bubble bilateral dipertimbangkan hanya jika negara-negara yang terlibat, sudah melampaui puncak infeksi baru mereka. Tingkat kesiapsiagaan pandemi juga menjadi faktor penting keberhasilan penerapan strategi ini.

Kita bersyukur, setelah tertunda beberapa kali, pemerintah melalui kementerian terkait seperti Kemenpar, Kemenlu, dan Kemenkum HAM telah melakukan MoU dengan pemerintah Singapura terkait travel bubble pada Selasa 14 Setepmber 2021.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com