Andriansyah dalam bukunya menjelaskan bahwa Tawur Kesanga dirayakan sehari sebelum pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Pada upacara ini, dilakukan persembahan kepada para bhuta berupa caru atau semacam sesaji.
Caru ini dipersembahkan agar para bhuta tidak menurunkan sifatnya pada pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Hal ini juga diberikan untuk menghilangkan unsur-unsur jahat dari diri manusia sehingga tidak mengikuti pada tahun berikutnya.
Upacara Tawur Kesanga juga sering disebut dengan upacara pecaruan dan tergolong upacara bhuta yadnya.
Dilaporkan Kompas.com, Selasa (24/3/2022), Tawur Kesanga atau Mecaru identik dengan pawai festival ogoh-ogoh. Pawai tersebut umumnya dilaksanakan di daerah Kuta, Bali.
Baca juga: Simak Fakta Menarik Seputar Nyepi di Bali Saat Pandemi Covid-19
Ogoh-ogoh yang melambangkan bhuta digambarkan dengan boneka raksasa terbuat dari bubur kertas dan rangka bambu. Ogoh-ogoh merupakan representatif dari sifat buruk atau jahat manusia, maka bentuknya rata-rata menyeramkan.
Pada akhir pawai, ogoh-ogoh akan dibakar sebagai lambang pembersihan sifat jahat manusia yang dilenyapkan dalam ritual Hari Raya Nyepi. Festival ini kerap menyedot perhatian wisatawan, bahkan mereka bisa turut serta mengarak ogoh-ogoh.
Tahun ini, belum ada kepastian mengenai pawai ogoh-ogoh tersebut berkaitan dengan kondisi pandemi Covid-19.
Berdasarkan informasi Kompas.com, Selasa (15/2/2022), Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali resmi meniadakan pawai ogoh-ogoh pada Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1944 karena kasus Covid-19 di Bali masih terus melonjak.
Namun, Gubernur Bali Wayan Koster mengizinkan generasi muda atau yowana menggelar parade pawai ogoh-ogoh tersebut, berdasarkan informasi dari Kompas.com, Rabu (16/2/2022).
Baca juga: Liburan di Bali Saat Nyepi? Berikut Tipsnya