Di Indonesia, kita bisa menemui tiga spesies orangutan, yakni orangutan Sumatera (Pongo abelii), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), dan rangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).
Meski sama-sama orangutan, namun ketiga spesies memilik ciri khas masing-masing. Orangutan Sumatera, misalnya, punya ciri khas berupa bulu coklat kemerahan dan kini berada pada posisi kritis punah.
Sementara orangutan Kalimantan identik dengan bentuk wajah yang besar dan pelipis seperti bantal. Populasinya juga kian menyusut dan terancam punah.
Baca juga: 4 Tempat di Kaltim yang Jadi Idaman Wisman Lihat Orangutan
Sementara orangutan Tapanuli digolongkan sebagai "spesies baru". Orangutan yang ditemukan di Ekosistem Batang Toru ini kondisinya terbilang paling memprihatinkan karena statusnya sangat terancam punah.
Menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta, populasi orangutan mengalami penurunan yang luar biasa selama satu abad terakhir.
Menurut WWF, dikutip dari sumber yang sama, populasinya satu abad lalu diperkirakan mencapai 230.000 ekor. Namun, saat ini populasinya di alam menyusut sekitar 50 persennya, menjadi hanya sekitar 104.700 ekor untuk orangutan Kalimantan, 14.613 ekor untuk orangutan Sumatera, dan 800 ekor untuk orangutan Tapanuli.
Spesies asal Kalimantan ini ternyata memiliki ukuran tubuh seperlima lebih kecil dari spesies gajah India. Itu pula yang membuat telinga gajah Kalimantan tampak lebih besar dari kebanyakan spesies gajah lain.
Bentuk gading gajah Kalimantan pun relatif lebih pendek dan lurus.
Dikutip dari Kompas, (09/04/2019), populasi gajah kalimantan hanya tersisa sedikit saja.
Baca juga: Taman Safari Manfaatkan Kotoran Gajah Jadi Kertas Daur Ulang
Di Indonesia, diperkirakan jumlahnya hanya 30 hingga 80 ekor. Dari jumlah tersebut, lima hingga 20 ekor di antaranya diperkirakan merupakan gajah jantan.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) pun telah menetapkan gajah Kalimantan ke dalam status spesies yang terancam punah.
Oleh masyarakat lokal Bali, burung ini disebut "curik". Ciri khasnya adalah warna putih di seluruh tubuh, kecuali pada ekor dan sayapnya yang berwarna hitam.
Burung ini pernah diabadikan sebagai desain keping uang logam 200 Rupiah terbitan 2008.
Kita bisa menemukannya di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Baca juga: Perjalanan Menjumpai Jalak Bali
Data monitoring Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali (BKSDA Bali) Kementerian LHK pada 2015, populasi jalak bali yang dijumpai di 10 lokasi in situ yakni di Nusa Penida dan Nusa Lembongan hanya 10 ekor, lebih sedikit dari hasil pengamatan pada 2014 yakni 19 ekor.
Adapun monitoring di kawasan ex situ (lembaga konservasi dan penangkar), bervariasi di sejumlah lokasi. Di TNBB diperkirakan populasinya mencapai 153 ekor.
Di kawasan ex situ lainnya yang tersebar di seluruh Bali, jumlahnya bervariasi mulai dari nol hingga 72 ekor di masing-masing lokasi.
Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan habitat asli komodo. Kawasan tersebut ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO pada 1991 silam.
Menurut penelitian, seperti dikutip dari situs Indonesia Travel, kadal terbesar di dunia ini merupakan salah satu hewan purba yang sudah hidup sejak empat juta tahun lalu.
Komodo termasuk hewan buas yang berbisa dan cukup berbahaya. Tak hanya karena memiliki tubuh yang besar, sekitar 2-3 meter, namun perilaku komodo juga cukup agresif.
Baca juga: Syarat Wisata ke Taman Nasional Komodo NTT, Wajib Punya Surat Sehat
Satwa ini punya air liur penuh bakteri yang berbahaya, sehingga disarankan bagi kita untuk tetap menjaga jarak dan mengamati komodo dari jarak jauh.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.