Beberapa petani pala pun membuka buah pala, memisahkan kulit dari bijinya. Kulitnya akan digunakan sebagai bahan baku manisan pala, bijinya dijemur dan dijadikan minyak serta bahan lain.
Usai puas berkeliling, Kompas.com dan rombongan kembali ke area rumah yang di sampingnya memiliki ruangan khusus mesin pengolah minyak pala.
Baca juga: Buah Pala yang Jadi Aset Utama di Pulau Banda
Mesin berukuran besar tersebut terdiri dari beberapa bagian, mulai dari kuali penghancur, mesin pendingin, hingga proses terakhir terbagi antara minyak dengan air.
"Akhirnya, ini terpisah minyak sama air. Airnya saja bisa dijadikan bahan baku untuk sabun mandi."
"Jadi semua (komponen) pala ini memang berfungsi, ada manfaatnya," tutur Pongky sambil menunjuk salah satu bagian mesin.
Kemudian, Kompas.com juga diajak melihat pemisahan biji pala dengan kulit, sampai mengunjungi tempat pengasapan pala di bagian atas rumah keluarga Pongky.
Tempat pengasapan pala tersebut diletakkan di atas alas bambu dengan pancaran suhu panas yang cukup kuat.
Baca juga: 8 Wisata Morotai di Maluku Utara, Telusuri Peninggalan Perang Dunia II
Sebagai informasi, kepulauan Banda dikenal sebagai penghasil rempah pala yang harganya sangat tinggi di masa lalu. Keharuman dan khasiat pala membuat gugusan Pulau Banda diperebutkan bangsa Eropa sejak abad ke-15.
Baca juga:
Dari cerita Pongky, diketahui kejayaan pala Van Den Broeke tidak berlangsung sangat lama. Dulu, dalam satu tahun klan Van Den Broeke dapat menyetorkan 3.000 ton pala ke luar Banda.
Namun, Jepang datang pada 1942 dan mengobrak-abrik ladang pala milik klan Van Den Broeke. Williem Frederick Steiner Van Den Broeke, kakek Pongky, dibawa ke Makassar menjadi tawanan.
"Jepang masuk 1942 karena Banda dianggap strategis. Jadi orang Jepang mendarat di sini, mengalahkan orang-orang Belanda. Pemilik perkebunan ditawan di Makassar," ujar dia.
Saat itu, kata Pongky, rumah miliknya dibakar dan wayang-wayang kulit milik para pekerja perkebunan hilang entah ke mana.
Selain itu, sebagian kebun pala Van Den Broeke dibabat, diganti singkong dan umbi-umbian sebagai bahan pokok masyarakat Asia.
Baca juga: Perkiraan Biaya ke Banda Neira di Maluku, Termasuk Penginapan
Saat Indonesia merdeka dan Jepang pergi, klan Van Den Broeke tidak langsung mendapat kembali keagungan yang mereka bangun.
"Saat itu, perkebunan diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Keluarga Van Den Broeke sempat tidak punya perkebunan pala satupun," kenang Pongky.
Ia bercerita, dirinya membutuhkan perjuangan panjang meminta hak atas ratusan hektare kebun pala termasuk rumah yang dulu dimiliki Van Den Broeke.