Sistem Subak Bali ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO pada Jumat, 6 Juli 2012.
Subak merupakan sebuah organisasi yang mengatur sistem irigasi tradisional yang telah dijalankan sejak abad ke-11, melansir dari situs Kemenko Kemaritiman dan Investasi.
Tak hanya sistem pengairan semata, subak merupakan manifestasi konsep filosofis Tri Hita Karana yang menyatukan alam roh, dunia manusia, dan alam, sekaligus menjaga keseimbangnnya. Pada Subak, tercermin budaya gotong-royong, pelestarian lingkungan, pengetahuan musim, angin, dan pengendalian hama.
Sistem pengairan subak merupakan praktik pertanian yang demokratis dan egaliter, sehingga memungkinkan orang Bali menjadi petani padi paling produktif di Nusantara. Subak diatur oleh seorang pemuka adat yang disebut pekaseh dan biasanya juga berprofesi sebagai petani.
Baca juga:
Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO pada Rabu, 10 Juli 2019.
Dikutip dari Kompas.com (08/07/2019), tempat ini merupakan situs tambang batu bara tertua di Asia Tenggara. Tempat penambangan ini sudah beroperasi lebih dari satu abad. Dulunya, tambang ini dikelola oleh pemerintah kolonial, hingga akhirnya pengelolaan berpindah ke PT Bukit Asam Tbk.
Tambang batu bara ini menerapkan proses penambangan berkualitas tinggi. Warisan Budaya Dunia ini, memperlihatkan pertukaran antara kearifan lokal masyarakat Sumatera Barat dengan teknologi pertambangan bangsa Eropa.
Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan Warisan Budaya Dunia UNESCO di Indonesia yang teranyar yang ditetapkan pada Senin (18/9/2023) kemarin. Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan sebuah sumbu imajiner, alias garis khayal yang membentang tegak lurus sepanjang 6-7 km.
Sumbu imajiner tersebut, menghubungkan Tugu Golong Gilig (Tugu Pal Putih/Tugu Yogyakarta), Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak, seperti dikutip dari situs Visiting Jogja. Ketiga titik tersebut, jika ditarik akan membentuk garis lurus yang akan membentuk sumbu imajiner yang dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Sementara, jika ditarik lebih jauh, sumbu imajiner tersebut juga menghubungkan bentang alam yakni, Gunung Merapi di utara hingga pesisir laut selatan. Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono I atau dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi, yang merupakan pendiri Keraton Yogyakarta.
Sumbu Filosofi Yogyakarta memiliki makna Hamemayu Hayuning Bawono. Artinya, membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari).