Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Bebas Visa 20 Negara Belum Resiprokal, Pengamat: Lihat Dampak Pariwisata

Kompas.com - 23/12/2023, 17:05 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengamat pariwisata Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Chusmeru menyampaikan pendapatnya mengenai wacana kebijakan bebas visa 20 negara yang belum resiprokal. 

Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia dalam waktu dekat yaitu awal 2024 berencana merilis kebijakan bebas visa kepada 20 negara.

Kebijakan itu untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan berkualitas sehingga berdampak terhadap pariwisata. 

Baca juga: Iran Bebaskan Visa bagi Indonesia, Ini 7 Wisata yang Wajib Dikunjungi

Chusmeru menilai, meski negara-negara tersebut belum memberikan kebijakan bebas visa yang sama terhadap Indonesia atau resiprokal, dampak pariwisata jadi tujuan utama. 

"Mungkin ada target yang lebih tinggi yang ingin dicapai oleh Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)," ujar Chusmeru saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/12/2023). 

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

Beberapa waktu lalu, Menparekraf Sandiaga Uno memang mengatakan alasan ke 20 negara dipilih disebabkan karena kuantitas wisatawan yang datang, pendapatan per kapita, durasi lama tinggal, serta tingginya angka transaksi saat berwisata di Indonesia.

"Katakanlah misalnya dengan kebijakan ini diharapkan length of stay (durasi tinggal) meningkat, dengan bebas visa ini menjadikan mereka tinggal lebih lama di Indonesia, ini kan baik juga untuk pertumbuhan pariwisata Indonesia, sehigga tentu akan berkontribusi terhadap peningkatan devisa sektor pariwisata," imbuh Chusmeru. 

Apakah kebijakan bebas visa akan resiprokal?

Lantas, terkait apakah pantas dan tepat suatu negara diberikan bebas visa oleh Indonesia dan belum berlaku sebaliknya, ia menyebut resiprokal seharusnya jadi kondisi ideal. 

"Dari negara-negara tersebut, saya kurang tahu sejauh mana Kemenparekraf sudah melakukan lobi dan negosiasi kepada 20 negara yang akan menjadi sasaran bebas visa. Apakah juga akan ada kebijakan serupa yang turut diberikan oleh negara-negara tersebut? Semestinya sih resprokal ya, idealnya," ujar Chusmeru. 

Ilustrasi wisatawan di Bandara I Gusti Ngurah Rai di Bali.Dok. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ilustrasi wisatawan di Bandara I Gusti Ngurah Rai di Bali.

Menurutnya, pertimbangan kebijakan timbal-balik umumnya biasa terjadi dan dilakukan kedua negara yang tengah bekerjasama.

"Ketika kita membuat suatu kebijakan yang berimplikasi terhadap hubungan internasional atau negara, dalam bidang apapun termasuk tourism ini, mestinya ada kebijakan resiprokal," imbuh dia. 

Kendati demikian, Chusmeru tidak menampik adanya kemungkinan negara-negara tersebut tidak memberikan bebas visa kepada Indonesia. Sebab, tiap negara memiliki pertimbangan masing-masing. 

Baca juga: Dirjen Imigrasi Rilis Visa Multiple Entry 5 Tahun untuk Bisnis dan Wisata

Apalagi, menurutnya, Indonesia bertujuan memberikan kebijakan tersebut semata lebih mengutamakan untuk menggenjot angka kunjungan wisatawan mancanegara berkualitas yang diharapkan diperoleh dari ke-20 negara. 

"Mungkin beberapa negara juga akan melihat posisi Indonesia terhadap angka kunjungan wisatawan kepada negara tersebut. Kalau memang angkanya rendah, buat apa mereka memberikan resiprokal itu. Tapi dengan pertimbangan masing-masing," terangnya. 

"Tapi Indonesia kan memberikan bebas visa ke 20 negara semata apa karena pertimbangan pada peningkatan jumlah kunjungan wisman, sasarannya peningkatan lama tinggal dan spending-nya juga tinggi, sehingga ke 20 negara itu dipilih," tambah Chusmeru. 

Baca juga: Kenya Bakal Hapus Syarat Visa untuk Semua Negara

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com