”Lebih dari 600 orang menggantungkan hidup dari sana. Perputaran uang tiap tahun mencapai Rp 30 miliar, terbesar dibandingkan dengan ekonomi kreatif lain,” kata dia.
Rita Amril (50), pemilik Arena Songket INJ, contohnya. Dia sukses memperkenalkan songket Silungkang hingga ke luar negeri.
Kerajinan rotan di Silungkang, aksesori dari batubara, dan anyaman di Desa Tumpuk Tangah juga tumbuh. Begitu pula produk kreatif lain, seperti makanan dan cendera mata.
Lumindy Chocolate milik Deni Elita (38), berangkat dari industri rumahan di kampung Sungai Durian, Kecamatan Barangin. Lima tahun lalu, produksinya hanya 5 kilogram cokelat per bulan. Kini, setelah pindah ke pusat kota dan difasilitasi Pemerintah Kota Sawahlunto, dia bisa memasarkan 35 kg cokelat per bulan.
Minimnya hotel di Sawahlunto membuka peluang bagi warga menyediakan rumah inap (homestay). Jumlahnya tumbuh dari hanya 6 buah tahun 2009 menjadi 53 unit pada 2013.
Pasangan Elfanis (72) dan Khairuddin (73), yang mempunyai Homestay Oma di pusat kota Sawahlunto, pada 2012 hanya mampu menyediakan 3 kamar tidur. Kini mereka memiliki 12 kamar yang dikelola serius.
Keberagaman budaya
Aset lain Sawahlunto adalah keberagaman warganya sebagai peninggalan penambangan batubara masa kolonial yang membutuhkan tenaga kerja dari luar kota itu.
Selain etnis Minang, juga ada suku Jawa, Sunda, Batak, Bugis, dan Tionghoa. Masing-masing suku tetap membawa tradisi asal dan meramaikan kota itu.
Etnis Jawa yang berjumlah sekitar 30 persen dari penduduk, masih merayakan Gerebek Suro di Taman Silo di pusat kota. Pada tahun baru Islam 1 Muharam, warga mengusung gunungan berisi hasil bumi sebagai simbol kemakmuran. Gunungan itu juga diperebutkan warga tanpa kecuali seperti laiknya tradisi di Yogyakarta. Bedanya, perayaan itu disertai pawai ondel-ondel yang sebetulnya khas Jakarta.
Selain mempertahankan kekuatan identitas masing-masing, masyarakat juga sangat terbuka pada budaya luar. Tidak mengherankan jika ada orang Minang mendalang wayang kulit.
Ali menambahkan, proses kreatif memunculkan hal baru tetap diselaraskan dengan visi-misi Sawahlunto agar kota itu tetap memiliki kekhasan. Semua detail menyangkut pengembangan infrastruktur pendukung dan fasilitas umum, seperti taman kota dan ruang terbuka hijau, hingga ide segar dari masyarakat terus diperhatikan.
”Jangan mati sebelum melihat Kota Sawahlunto,” ujar Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara periode 2004-2009, Taufik Effendy, saat penganugerahan Leadership Award pada Amran Nur pada 2007. (Ismail Zakaria)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.