Masuk Kampung Bui, Desa Kaju Wangi
Memasuki wilayah Kampung Bui, Desa Kaju Wangi, mata kami terkejut melihat seorang ibu sedang menenun kain tenun di bawah kolong rumah panggung. Sebagai seorang jurnalis saya meminta sang sopir menghentikan kendaraan agar peristiwa itu tak terlewatkan.
Saya turun dari kendaraan sambil memegang kamera. Sebelum memotret, terlebih dahulu saya meminta izin untuk bisa memotretnya. Tanggapan ibu itu mengiyakan saya untuk memotret. Saat itu juga langsung memotret cara menenun kain tenun.
Nama ibu adalah Odalia Biba atau Halima (50). Ia tekun menyelesaikan tenunannya. Ia menceritakan bahwa ia menenun di waktu senggang karena segala urusan domestik dalam rumah sudah selesaikan dikerjakan. Saat itu juga ia dan suaminya tidak pergi ke kebun dan ladang.
Odalia Biba menuturkan, dirinya menenun kain tenun motif Ngada dan Nagekeo. Alasannya sangat sederhana, hasil tenunannya mudah di jual di pasar di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo juga ada pelanggan tetap yang membeli langsung di kampungnya.
Bahkan pelanggannya dari Kabupaten Ngada dan Nagekeo sudah memesan kain tenun. Harga tenunan berkisar Rp 200.000 sampai Rp 1.000.000.
Tenun Motif Nagekeo dan Ngada Bukan Motif Manggarai
Kaum perempuan di wilayah kedaluan Rembong, Kecamatan Elar menenun kain tenun bermotif Nagekeo dan Ngada bukan motif Manggarai. Alasannya sederhana, pemasaran hasil tenunan mudah dipasarkan di wilayah Kabupaten Nagekeo dan Ngada. Sesekali mereka menenun kain bermotif Rembong.
Selain itu menenun kain tenun bermotif Nagekoe dan Ngada tidak terlalu rumit seperti kain tenun bermotif Manggarai Raya. Menenun kain tenun motif Nagekeo dan Ngada adalah mudah dikerjakan.
Selesai mengumpul bahan liputan, kami meneruskan perjalanan. Kami singgah di rumah Tua Teno Kampung Bui, Desa Kaju Wangi, Geradus Kandang bersama istri dan anaknya.
Kami minta izin untuk memasuki perkampungan Bui dengan ritual kepok berupa tuak lokal. Kami diterima dengan baik oleh tua teno tersebut.
Tua rumah menyuguhkan kami minuman kopi khas Kaju Wangi. Ini merupakan sebuah kebiasaan orang Manggarai Raya dalam menyambut tamu dengan suguhan kopi. Kopi pahit atau kopi tanpa gula. Warga setempat biasanya minum kopi tanpa gula.
Saat minum kopi berlangsung mata saya tertuju kepada sebuah peralatan tenun yang ada di ruang tamu. Saat itu juga bertanya di tua teno dan warga di dalam rumah itu. Semua menjawab bahwa itu adalah peralatan tenun untuk mengulung benang. Saat itu juga bertanya apakah ada seorang ibu yang sedang menenun. Semua menjawab iya dan ada di sudut dapur.