Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puthu Lanang, Jajanan Tradisional yang Melegenda dan Punya Hak Cipta

Kompas.com - 26/05/2018, 16:08 WIB
Andi Hartik,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Berdiri sejak Tahun 1935, warung jajanan tradisional Puthu Lanang melegenda. Saat ini, brand Puthu Lanang sudah paten disertai hak cipta.

Siswoyo (52) terlihat sibuk melayani pembelinya yang antri di Jalan Jaksa Agung Suprapto Gang Buntu, Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (25/5/2018) malam. Tangannya begitu cekatan mengemas puthu dengan daun pisang.

Sementara, tiga karyawannya juga tidak kalah sibuknya. Mereka menaruh bahan dasar puthu ke dalam tabung bambu dan meletakannya di atas alat kukus.

Puthu merupakan jajanan tradisional berbentuk kue. Ia terdiri dari bahan dasar tepung beras, parutan kelapa dan gula merah atau gula jawa.

Baca juga: Lapis Legit, Kue Tradisional yang Lekat dengan Budaya Tionghoa

Selain puthu, Warung Puthu Lanang yang berdiri di atas gerobak kecil juga menjual jajanan sejenisnya. Yakni klepon, lupis dan cenil.

Siswoyo yang merupakan pemilik Warung Puthu Lanang menceritakan, berdirinya warung yang sudah melegenda itu tidak lepas dari peran orangnya.

Baca juga: Klepon Crepes Man Ali, Kombinasi Jajanan Bali dan Modern

Pada Tahun 1935, Supiah dan suaminya Abdul Jalal berjualan puthu. Waktu itu, keduanya belum memiliki tempat berjualan dan selalu berkekeliling di sekitar rumahnya.

Siswoyo, pemilik Warung Puthu Lanang saat melayani pembelinya di Jalan Jaksa Agung Suprapto Gang Buntu, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (25/5/2018).KOMPAS.com/ANDI HARTIK Siswoyo, pemilik Warung Puthu Lanang saat melayani pembelinya di Jalan Jaksa Agung Suprapto Gang Buntu, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (25/5/2018).
Seiring berkembangnya waktu, puthu yang dijualnya banyak yang menikmati. Sampai akhirnya, pada Tahun 1993, Supiah diberi tempat oleh Pemerintah Kota Malang untuk berjualan di sebuah gang buntu yang menjadi lokasinya saat ini.

Waktu itu, brand Puthu Lanang belum muncul. Sehingga, banyak pelanggannya yang menyebut warung itu dengan Warung Puthu Claket. Didasarkan pada tempatnya yang berada di kawasan Claket.

Munculnya brand Puthu Lanang setelah warung itu pindah kepemilikan pada Tahun 2000. Supiah yang sudah tidak bisa melanjutkan usahanya menyerahkannya kepada anaknya, Siswoyo.

"Inspirasi saya waktu membuat nama itu karena ada kue Puthu Ayu. Kita buat lah nama Puthu Lanang," kata Siswoyo disela melayani pembelinya.

Siring berkembangnya waktu, banyak penjual puthu di Malang yang mengaku cabang dari warung tersebut. Berawal itu, Siswoyo berinisiatif untuk mematenkan brand Puthu Lanang. Pada Tahun 2000, brand itu diajukan dan pada tahun 2003, hak cipta atau hak paten dari brand itu keluar.

"Pengurusan hak ciptanya dibantu oleh dibantu oleh pelanggan yang notaris. Jadi mereka menyarakan untuk dibuat hak cipta. Karena banyak yang buat cabang Puthu Claket," katanya.

Melestarikan Sejarah

Siswoyo tidak pernah memiliki niatan untuk melanjutkan usaha orang tuanya. Apalagi, sebelum warung itu diserahkan kepadanya, ia sudah bekerja di sebuah perusahaan kontraktor. Bahkan, sudah ada keponakannya yang digadang-gadang untuk melanjutkan usaha itu.

Cenil, jajanan tradisional yang dijual di Warung Puthu Lanang di Jalan Jaksa Agung Suprapto Gang Buntu, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (25/5/2018).KOMPAS.com/ANDI HARTIK Cenil, jajanan tradisional yang dijual di Warung Puthu Lanang di Jalan Jaksa Agung Suprapto Gang Buntu, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (25/5/2018).
Namun usaha warung puthu itu tetap jatuh kepadanya. Ibunya lebih mempercayakan kelanjutan warung itu kepadanya.

"Akhirnya waktu itu saya dikasih mandat untuk jualan. Konsekuensinya saya harus berhenti bekerja. Karena ini bagian dari sejarahnya Kota Malang, dan yang merintis ibu saya, saya lanjutkan," katanya.

Di tangannya, warung itu dibranding dengan Puthu Lanang. Lanang merupakan bahasa jawa yang artinya laki-laki. Nama Puthu Lanang lantas dipatenkan dengan hak cipta.

Sementara untuk produksi, Siswoyo tetap menjaga kualitas rasa yang dirintis oleh orang tuanya. Ia selalu mengambil bahan baku yang berkualitas tinggi. Seperti kelapa, gula merah atau gula jawa, beras, ketan dan tepung.

"Itu memang saya dulu pernah dikasih mandat dari ibu saya, jual mau beli mau. Maksudnya kita jual memang kita jualan. Seumpama beli pun tidak beresiko karena bahan tanpa kimia. Kualitas bahan utama nomor satu. Mulai dari beras, ketan dan sebagainya," katanya.

Saat ini, permintaan jajanan tradisional yang dibuatnya terus meningkat. Bahkan, sejumlah lembaga pemerintahan dan swasta rutin memesan jajan tradisional kepadanya.

Untuk pemesanan, pihaknya selalu membatasi. Sebab dikhawatirkan akan mengganggu pada aktivitas jualannya. Sementara warung yang digunakan tidak berubah. Berada di pintu masuk gang buntu, menggunakan gerobak di ruang terbuka.

Siawoyo, pemilik Warung Puthu Lanang saat melayani pembelinya di Jalan Jaksa Agung Suprapto Gang Buntu Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (25/5/2018) malam.KOMPAS.com/ANDI HARTIK Siawoyo, pemilik Warung Puthu Lanang saat melayani pembelinya di Jalan Jaksa Agung Suprapto Gang Buntu Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (25/5/2018) malam.
Terdapat dua buah kursi panjang bagi pembeli yang ingin menikmati jajanan itu di lokasi. Namun kebanyakan, pembeli membungkusnya dan dibawa pulang.

"Ada rencana untuk pindah dan membuatkan tempat untuk nongkrong. Tapi kebanyakan pelanggan lebih suka kayak gini," katanya.

Dalam sehari, tambah Siswoyo, bisa menghabiskan 600 hingga 700 porsi. Jajanan sebanyak itu menghabiskan 100 biji kelapa dan tepung sebanyak 40 hingga 50 kilogram.

Warung Puthu Lanang mulai berjualan pukul 17.30 WIB hingga 22.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com