Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tuk Woja Wole", Tradisi bagi Kaum Perempuan di Flores (2)

Kompas.com - 22/08/2018, 20:17 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

Sekam Padi Dipisahkan

Salah satu dari tiga perempuan itu mengeluarkan padi yang sudah ditumbuk untuk memisahkan antara sekam dan berasnya dengan memakai duku atau nyiru. Selanjutnya beras merah atau woja laka disimpan dalam roto atau bakul yang sudah disediakan di pinggir lesung tersebut.

Katarina Ndakis, Sofia Dagho dan Paulina Teme kepada KompasTravel, Senin (30/7/2018) menjelaskan, kaum perempuan harus menumbuk woja laka dalam ritual Tuk Woja Wole.

Woja laka adalah padi merah yang khusus ditanam di ladang di Lingko Rumbit. Sekam woja laka dipisahkan menjadi dea laka, beras merah.

Dalam tradisi Karong Woja Wole, Ndakis menjelaskan, kaum perempuan khusus ditunjuk oleh tua-tua adat untuk menumbuk padi di pinggir ngadhu di halaman mbaru meze di Suku Gunung dan suku-suku lain di kawasan selatan dari Kabupaten Manggarai Timur.

“Saya sebagai tuan tana (pemilik lingko) di Lingko Rumbit dari Suku Kenge. Walaupun saya menikah dengan tua adat Suku Gunung, tetapi saya tetap menjadi tuan tana walaupun saya perempuan. Saya beri kekuasaan kepada suami saya sebagai Dor. Dor adalah pengatur bagi anggota lodok yang menggarap lahan di lingko Rumbit untuk menanam padi,” kata Ndakis.

Penari Kelong sedang mengelilingi Ngadhu di Mbaru Meze Suku Gunung, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Senin (30/7/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Penari Kelong sedang mengelilingi Ngadhu di Mbaru Meze Suku Gunung, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Senin (30/7/2018).

Teteskan Darah Ayam dan Babi di Beras

Woja wole sudah diolah menjadi beras. Selanjutnya ritual menyembelih hewan kurban kepada leluhur, alam semesta dan Sang Pencipta kehidupan berlangsung di dalam lingkaran ngadhu. Hewan yang disembelih adalah ayam dan babi.

Stanislaus Jalang sebagai tua adat Mbaru Meze Suku Gunung melangsungkan ritual adat untuk meminta persetujuan para leluhur serta anggota lodok dengan sebuah botol moke.

Selanjutnya dilangsungkan ritual adat dengan mengucapkan berbagai bahasa adat setempat untuk bersyukur atas kebaikan, perlindungan atas hasil panen atau gagal panen di Lingko Rumbit.

Semua ritual adat selesai, maka ayam dan babi disembelih serta darahnya diteteskan di beras sebelum dimasak.

Penari Kelong sedang mengelilingi Ngadhu di Mbaru Meze Suku Gunung, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Senin (30/7/2018). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Penari Kelong sedang mengelilingi Ngadhu di Mbaru Meze Suku Gunung, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Senin (30/7/2018).
“Saya diberi kuasa oleh istri saya sebagai tuan tana Lingko Rumbit sebagai Dor untuk mengatur berbagai keperluan ritual adat. Saya yang mengatur anggota lingko yang menggarap lahan untuk ditanami padi dan tanaman lainnya.

Dilarang Tangkap dan Makan Tikus

Satu hal yang harus dipegang teguh oleh anggota Lingko Rumbit sesuai adat istiadat Suku Kenge, selama menggarap lahan lingko untuk ditanami padi dan tanaman lainnya dilarang tangkap dan makan daging tikus.

Selama proses membuka lahan, membersihkan lahan, menanam padi serta arit padi dan mengetam padi, anggota lingko dilarang menangkap dan makan daging tikus yang ada di lingko itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com