Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rangkaian Acara Hari Raya Galungan, Sembahyang hingga Mengarak Barong

Kompas.com - 18/02/2020, 10:20 WIB
Nabilla Ramadhian,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

Sementara pada saat sehari sebelum Galungan, biasa disebut dengan Hari Penampahan. Menurut Pitana, umat Hindu di Bali akan mempersiapkan daging untuk upacara Galungan.

 

Daging yang digunakan bisa daging babi, ayam, atau itik. Namun umat Hindu Bali cenderung lebih suka menggunakan daging babi.

Hari Penampahan dimanfaatkan sebagai hari untuk mempersiapkan makanan. Sajian pertama yang dibuat adalah sate. Pitana menjelaskan, sate untuk upacara Galungan terdiri dari dua jenis: sate daging dan sate lilit.

Sate lilit adalah sate khas Bali yang terbuat dari daging babi, ikan, ayam, atau daging sapi yang dicampur dengan parutan santan, jeruk nipis, kelapa, bawang merah, dan merica.

 

Selanjutnya, hidangan yang dibuat adalah lawar yang merupakan campuran sayur dengan daging. Sayur untuk lawar sendiri biasanya terbuat entah dari nangka, kacang-kacangan, pakis, kelapa muda, bahkan bonggol pisang.

Mengunjungi setiap pura bersama-sama

Hari Raya Galungan selalu jatuh di hari Rabu. Pada saat perayaan besar tersebut tiba, umat Hindu Bali akan mulai sembahyang di pura-pura milik desa mulai dari pukul 07.00.

Biasanya, mereka sudah menentukan terlebih dahulu untuk berkunjung ke pura apa terlebih dahulu. Setelah usai bersembahyang, mereka melanjutkan perjalanan ke beberapa pura lain yang dimiliki oleh desa tempat mereka tinggal.

"Tapi biasanya yang umum sih tiga pura saja. Itu harus dikunjungi. Setiap desa adat di Bali mempunyai tiga pura utama. Pura kelahiran atau penciptaan, pura kehidupan atau pemeliharaan, dan pura kematian atau penghancuran. Setiap wilayah di Bali tidak pernah hanya punya satu pura saja, minimal tiga," kata Pitana.

Baca juga: Wisata di Bali Saat Galungan? Jangan Lewatkan Acara Ini...

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan ‘Kun’ Adnyana mengatakan, pura-pura tersebut terdiri dari Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem.

Pura Desa merupakan pura untuk pemujaan Dewa Brahma. Sementara Pusa Puseh adalah tempat pemujaan Dewa Wisnu. Kemudian Pura Dalem adalah tempat memuja Dewa Siwa.

"Terkadang di desa juga ada pura yang namanya Pura Subak kalau desa memiliki sistem irigasi (pengairan sawah). Makanya setiap Galungan itu kita keliling ke setiap pura yang ada di desa,” tutur Adnyana saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/2/2020).

 

Seusai sembahyang di pura, mereka akan kembali ke rumah masing-masing untuk lanjut bersembahyang di tempat suci yang mereka miliki.

Kegiatan usai Galungan

Ilustrasi mengarak Barong. SHUTTERSTOCK/STEKLO Ilustrasi mengarak Barong.
Sehari setelah Galungan, atau kerap disebut umanis Galungan, biasanya akan ada barong untuk ngelawang. Adnyana mengatakan, barong akan diperciki tirta (air suci) dan sesajen sebelum berkeliling desa adat.

Hal ini dilakukan untuk memberikan keselamatan dari wabah penyakit. Barong yang dibawa oleh beberapa masyarakat tersebut akan berkeliling sampai 35 hari setelah galungan.

"Ngelawang juga berlangsung sampai ke luar desa sampai pegat uwakan," kata Adnyana.

Baca juga: Susah tetapi Seru, Belajar Masak Lawar dan Sate Lilit

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com