Namun, Belanda akhirnya menyerah kepada Jepang pada 1942 dan meninggalkan Cimidi yang telah menjadi rumah bagi mereka.
Wilayah tersebut pun berpindah tangan pada kekuasaan Jepang. Pasir Eurih pun menjadi tempat singgah para penjajah Jepang karena dianggap nyaman untuk ditempati.
Meski begitu, berdasarkan keterangan yang diberikan Dedi, para penjajah Jepang tidak melakukan kekerasan kepada warga setempat dan hanya menduduki tanah bekas Belanda.
Baca juga: Wisata Pantai hingga Gunung yang Bisa Dikunjungi di Garut
Selama mereka tinggal di sana, disebutkan bahwa mereka membuat sebuah gua yang letaknya tidak jauh dari bunker Cimidi. Tepatnya di barat bunker tersebut.
Adapun, pembuatan gua bermaksud sebagai jalan penghubung antara Cimidi dan Cigangsa. Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi karena Jepang menyerah kepada sekutu pada 1945 dan Indonesia merdeka.
Dalam catatan dari Dedi, pada 1890-an saat para tentara Belanda menetap di Pasir Eurih, tempat tersebut didatangi petugas pemerintahan yang diberi nama “Mantri Ukur” atau “Badan Pertanahan”.
Baca juga: Asal Usul Kampung Pulo Garut, Kampung dengan 7 Bangunan
Mereka disambut dengan tangan terbuka oleh para penduduk setempat. Tidak lupa penyambutan juga dilengkapi makanan khas daerah sana.
Menurut kisah yang diceritakan secara turun-temurun, setiap pagi para Mantri Ukur disuguhi teh hangat, gula aren, dan bubuy sampeu atau singkong bakar sebagai camilan.
Untuk diketahui, gula aren merupakan salah satu dari tiga produk unggulan Desa Wisata Sindangkasih saat ini selain sapu ijuk dan teh hijau.
Proses pengukuran tanah yang dilakukan para Mantri Ukur terbilang cukup lama. Tak ayal, mereka pun lama-lama menjadi betah bertugas di Pasir Eurih.
Baca juga: Akar Wangi hingga Jaket Kulit, Aneka Oleh-oleh Kerajinan dari Garut
Sambil bertugas, mereka juga meluangkan waktu untuk bersenda gurau dengan Eyang Ardasan, serta para kerabatnya yang juga tinggal di sana. Pada saat itu, kalimat pujian pun keluar dari Mantri Ukur karena para penduduk selalu menyambut dengan ramah.
Dari sinilah muncul nama Sindangkasih. Sebab, tidak hanya menyambut secara sosial, para Mantri Ukur selalu di “kasih” (dihidangkan) makanan saat sedang “sindang” (singgah) oleh penduduk setempat.
Desa Wisata Sindangkasih berlokasi di Jalan Garut-Tasik KM 16, Desa Sukamaju, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jam operasionalnya adalah setiap hari pukul 08.00-17.00 WIB. Harga tiket masuknya adalah Rp 5.000 per orang dewasa dan Rp 3.000 per anak.
Baca juga: Ada Gumuk Pasir bak Gurun Sahara di Garut
Desa Wisata Sindangkasih telah menerapkan protokol kesehatan sesuai standar termasuk pemeriksaan suhu tubuh, serta kewajiban cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak bagi pengunjung.
“Yang tidak pakai masker tidak boleh masuk, standar operasional prosedurnya begitu,” tegas Dedi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.