Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teru Teru Bozu, Boneka dari Jepang yang Digantung untuk Usir Hujan

Kompas.com - 21/03/2022, 08:27 WIB
Desi Intan Sari,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.comPawang hujan menjadi pembicaraan setelah kemunculan Rara Istiani Wulandari di perhelatan Pertamina Grand Prix of Indonesia atau MotoGP Mandalika 2022, Minggu (20/03/2022).

Diketahui ritual memanggil atau mengusir hujan tak hanya dipercaya di Indonesia. Beberapa negara lain juga menerapkan hal serupa, misalnya Jepang.

Baca juga:

Namun, jika di Indonesia ritual tersebut dilakukan oleh seorang pawang hujan, Jepang memiliki ritual menggantung Teru Teru Bozu, boneka yang dipercaya bisa menangkal atau mendatangkan hujan, seperti dikutip dari Soranews24.com, Minggu.

Di Negeri Sakura, Teru Teru Bozu sudah diajarkan kepada anak-anak sejak usia dini bahwa boneka itu punya kekuatan yang luar biasa.

Teru Teru bozu sendiri berarti "kepala botak (biksu) yang berkilau" jika diterjemahkan.

Boneka tersebut merepresentasikan kepala botak biksu. Ketika dibuat pada saat cuaca cerah, kepala boneka tersebut akan berkilau, merepresentasikan harapan akan cuaca yang cerah tanpa hujan.

Teru Teru Bozu adalah sebuah boneka yang dibuat dari dua lembar kain atau tisu berwarna putih yang diikat dan membentuk sosok seperti hantu, namun boneka itu merepresentasikan kepala botak biksu yang berkilau.

Tradisi membuat boneka ini sudah sangat terkenal di Jepang dan kerap kali dilakukan saat ada acara olahraga, upacara, serta perayaan khusus agar cuaca tetap cerah. 

Meski penggunaan Teru Teru Bozu berjalan lancar dan baik di Jepang, kebanyakan orang sudah menaruh curiga bahwa asal usulnya tak begitu indah, bahkan cenderung tragis. 

Baca juga:

Secara tradisional, jika setelah membuat Teru Teru Bozu cuaca menjadi benar-benar menjadi cerah, boneka itu akan dihadiahi dengan gambar mata dan disiram dengan sake suci, kemudian dihanyutkan ke sungai.

Ketika Teru Teru Bozu dibuat dan digantung di bawah atap rumah ada lagu pengiring yang biasanya dinyanyikan oleh anak-anak sebagai harapan cuaca cerah di esok hari.

Lirik dari lagu yang dibuat pada 1921 tersebut sebetulnya memberi petunjuk asal mula Teru Teru Bozu.

Berikut lirik lagu Teru Teru Bozu yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:

Teru-teru-bozu, teru bozu/ Jadikan besok hari yang cerah/ Seperti langit dalam mimpi kapan-kapan/ Jika cerah aku akan memberimu lonceng emas.

Teru-teru-bozu, teru bozu/ Buatlah besok menjadi hari yang cerah/ Jika Anda membuat keinginan saya menjadi kenyataan/ Kami akan minum banyak sake beras manis. 

Teru-teru-bozu, teru bozu/ Jadikan besok hari yang cerah/ Tapi jika awan menangis/ Maka aku akan memenggal kepalamu.

Baca juga:

Teru Teru Bozu.WIKIMEDIA COMMONS/JUN OHWADA Teru Teru Bozu.

Meski sudah ada petunjuk soal asal usul Teru Teru Bozu di lirik tersebut, tetap saja sejarahnya masih samar dan belum jelas.

Beberapa orang mengatakan lirik menjelang akhir lagu populer mengacu pada "Good Weather Monk" yang mampu membawa cuaca cerah dengan mantranya.  

Namun, setelah menjanjikan cuaca yang cerah kepada penguasa feodal, sinar matahari tidak kunjung muncul seperti yang dijanjikan, akhirnya kepala biksu tersebut dipenggal sebagai hukuman. 

Lalu, kepala biksu tersebut dibungkus kain dan digantung di luar untuk menghentikan hujan serta membuat matahari bersinar. 

Baca juga:

Terdapat sebuah teori yang cukup mengerikan bahwa Teru Teru Bozu mewakili roh yokai dari pegunungan yang disebut Hiyoribo

Hiyoribo diketahui bisa membawa cuaca cerah, tapi sayangnya tak bisa dilihat ketika hari hujan. 

Sementara itu, menurut Asosiasi Cuaca Jepang yang menjalankan aplikasi cuaca Tenki.jp, tradisi Teru Teru Bozu telah menyebar ke seluruh Jepang dari China selama Periode Heian (794-1185 masehi).

Jika ditelusuri kembali kebiasaan melakukan ritual itu bukan datang dari seorang biksu, tetapi gadis pembawa sapu. 

Ilustrasi sapu. Sebuah teori mengatakan bahwa ritual menggantung Teru Teru Bozu di Jepang bukan datang dari seorang biksu, tetapi gadis pembawa sapu. WIKIMEDIA COMMONS/PARA Ilustrasi sapu. Sebuah teori mengatakan bahwa ritual menggantung Teru Teru Bozu di Jepang bukan datang dari seorang biksu, tetapi gadis pembawa sapu. 

Menurut cerita, pada saat hujan deras tanpa henti, ada sebuah suara dari langit yang mengingatkan orang-orang bahwa kota mereka akan tenggelam jika seorang gadis muda yang cantik tidak muncul. 

Akhirnya, demi menyelamatkan kota dari banjir, seorang gadis pun dikorbankan dan dikirim ke luar dengan sapu. 

Secara simbolis, diartikan gadis tersebut dikirim ke surga di mana dia akan menyapu awan dari langit agar hujan tak turun. 

Baca juga:

Untuk mengingat gadis pemberani yang membawa cuaca cerah, para wanita muda akan menciptakan kembali sosoknya dalam potongan kertas, sebuah keterampilan yang dulu pernah dikuasai oleh gadis pembawa sapu. 

Hasil keterampilan tersebut, kemudian digantung di luar untuk mendatangkan sinar matahari di saat hujan.

Kisah itu semua dikenal dengan nama So-Chin-Nyan atau Souseijou yang bisa diartikan sebagai "gadis cuaca cerah yang menyapu.”

Pada akhirnya konsep boneka kertas secara bertahap mengambil wajah yang berbeda di Jepang, kemudian berkembang menjadi apa yang kita tahu sekarang, yakni Teru Teru Bozu. 

Teori ini pun disetujui oleh sejumlah sejarawan rakyat Jepang, Teru Teru Bozu hingga kini sangat mudah ditemui di luar jendela atau di atap rumah-rumah warga seluruh Jepang saat mereka ingin esok hari cuacanya cerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

Travel Tips
Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Travel Update
8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

Travel Tips
Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com