KOMPAS.com - Bahasa Bali merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Pulau Dewata yang masih digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Salah satu keunikan bahasa Bali adalah memiliki sejumlah kosakata yang serupa dengan bahasa Indonesia dan bahasa daerah lainnya namun, artinya berbeda.
Baca juga: 15 Kosakata Dasar buat Traveling ke Bali
Ketua Parisadha Hindu Dharma (PHDI) Provinsi Banten, Ida Bagus Alit Wiratmaja menuturkan, bahasa Bali banyak dipengaruhi bahasa Jawa dan bahasa Sunda.
Oleh sebab itu, ada sejumlah kosakata yang menyerupai dua rumpun bahasa tersebut, tetapi maknanya berbeda.
“Ada cukup banyak kata bahasa Bali yang sama dengan bahasa Indonesia atau dengan bahasa daerah lain, tapi artinya berbeda,” terangnya kepada Kompas.com, Minggu (7/8/2022).
Baca juga: Itinerary 3 Hari 2 Malam di Bali, Mampir Kintamani dan Ubud
Pura Urun Danu Bratan, Bedugul, Bali
Sebelum membahas kosakata bahasa Bali yang serupa dengan bahasa lain, kita lebih dulu perlu memahami tingkatan bahasa Bali.
Ida Bagus menjelaskan, terdapat empat tingkatan bahasa Bali, di mana setiap tingkatan bahasa memiliki fungsi masing-masing.
“Bahasa Bali itu diatur dalam anggah-ungguh kruna atau etika sopan santun dalam pergaulan atau komunikasi dengan siapa kita berbicara,” terangnya.
Baca juga: G Swing Bali Tawarkan Sensasi Berayun Setinggi 40 Meter
Pertama, basa kasar, disebut juga jabag atau kasar pisan. Biasanya, basa kasar akan keluar saat seseorang dalam keadaan marah tak terkendali.
Kedua, basa andap atau bahasa biasa.
Ketiga, basa madia atau tingkatan menengah. Tingkatan bahasa ini pada umumnya digunakan dengan teman.
Baca juga: Bali Masuk 50 Tempat Terindah di Dunia 2022 Versi Time
Keempat, basa alus yang terdiri dari alus singgih, alus sor, dan alus mider. Basa alus digunakan saat berhadapan dengan dan orang-orang suci, orang yang lebih tua, dan pejabat atau pemimpin.
Selain keempat tingkatan bahasa tersebut, umat Hindu di Bali dan Indonesia pada umumnya, juga menggunakan bahasa Kawi atau bahasa Jawa kuno dalam bentuk bahasa doa atau pemujaan.
“Juga dipergunakan bahasa Sansekerta untuk mantra pemujaan yang termuat dalam kitab suci Weda dan Susastra Weda (lontar-lontar dengan kearifan lokalnya),” imbuhnya.
Baca juga: Tradisi Ngerebeg di Bali Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia
View this post on Instagram
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.