BANYUWANGI, KOMPAS.com - Bagi masyarakat adat Suku Osing Banyuwangi, hari kedua perayaan Idul Fitri adalah waktu yang paling dinanti-nanti.
Sebab di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, digelar ritual adat Barong Ider Bumi. Ini digelar tepat pada tanggal 2 bulan Syawal atau Minggu (23/4/2023).
Kepala Desa kemiren, Muhammad Arifin mengatakan, selamatan Barong Ider Bumi bertujuan untuk menolak bala.
Tradisi khas suku osing Desa Kemiren ini disebut sudah berlangsung sejak tahun 1800-an.
Baca juga:
Orang dahulu percaya, jika arak-arakan barong tidak digelar, Desa Kemiren aan ditimpa musibah, termasuk penyakit mematikan.
"Saat pagebluk melanda, para sesepuh desa berinisiatif ziarah ke Makam Buyut Cili. Mereka berharap mendapat petunjuk menghilangkan pagebluk yang menyengsarakan warga," katanya.
"Beberapa hari setelah ziarah, para sesepuh desa mendapat wangsit melalui mimpi," imbuh Arifin.
Wangsit itu mengisyaratkan bahwa masyarakat Desa Kemiren harus mengadakan upacara selametan dan arak-arakan melintasi jalan desa.
"Setelah masyarakat Desa Kemiren menggelar apa yang menjadi petunjuk dari Buyut Cili, pagebluk pun hilang," ujar Arifin.
Baca juga:
Dijelaskan, dalam ritual Barong Ider Bumi, barong diarak keliling desa.
Arak-arakannya diiringi nyanyian macapat (tembang Jawa) yang berisi doa dan pemujaan terhadap Tuhan.
"Ider berarti berkeliling ke mana-mana. Sementara bumi artinya jagat atau tempat berpijak," ungkapnya.
Ider Bumi dimaksudkan sebagai kegiatan mengelilingi tempat berpijak atau bumi.
"Jadi, inti dari ritual Barong Ider Bumi adalah mengarak barong memutari desa," terang Arifin.
View this post on Instagram
Sebelum arak-arakan digelar, ritual diawali dengan berziarah alias nyekar ke petilasan (makam) Buyut Cili.
Warga setempat meyakini, Buyut Cili merupakan orang yang kali pertama tinggal sekaligus mbahu reksa (menjaga, mengayomi, dan melindungi) Desa Kemiren.
Baca juga:
Arak-arakan barong dimulai dengan sembur uthik-uthik yang dilaksanakan oleh dua orang tetua dengan menebar beras kuning, bunga dan uang logam sebagai simbol mengusir kejahatan dan menolak penyakit.
Arak-arakan diakhiri dengan selamatan di atas gelaran tikar.
Selamatan dibuka dengan pembacaan doa dalam dua bahasa, yakni doa dalam Bahasa Osing dan Bahasa Arab.
"Setelah doa dipanjatkan, masyarakat bersama-sama menikmati sajian kuliner khas Osing yakni Pecel Pitik," tandasnya.
Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, ritual Barong Ider Bumi adalah bagian dari upaya pelestarian adat.
"Ini kewajiban kami untuk melestarikan budaya leluhur, dan juga upaya peningkatan ekonomi bagi masyarakat," kata Sugirah.
Baca juga:
Sugirah juga mengapresiasi keguyuban masyarakat Desa Kemiren dalam nguri-nguri adat budaya Banyuwangi.
“Kemiren sudah lama menjadi jantung budaya Banyuwangi. Ke depan, kiranya ini tetap dilestarikan oleh generasi muda, sehingga budaya dan adat istiadat osing tetap lestari,” ungkap Sugirah.
Dalam ritual adat Barong Ider Bumi tersebut, sepanjang jalan desa penuh sesak dengan masyarakat yang mengawal arak-arakan.
Bahkan, bukan hanya warga Kemiren dan sekitarnya. Tidak sedikit pula warga luar Kecamatan Glagah maupun wisatawan luar daerah yang sengaja datang untuk menyaksikan dari dekat acara tersebut.
"Mumpung jalan-jalan ke sekitar Desa Kemiren, lalu lihat ada Barong Ider Bumi Saya langsung menepi dan ikut arak-arakan," kata wisatawan asal Lamongan, Mella Aggun Pradana (23).
Baca juga: 50 Wisata Pantai di Jawa Timur, dari Pacitan sampai Banyuwangi
Menurut Mella, ritual Barong Ider Bumi sangat kental dengan nuansa adat dan budaya khas suku osing. Maka perlu dilestarikan.
"Seru dan sangat kental budayanya," tandas Mella.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.