Ingin merasakan hidup di tengah masyarakat suku bajau? Wisatawan bisa mengunjungi Desa Torosiaje di Kabupaten Pohuwato, wilayah barat Provinsi Gorontalo.
Masyarakat di desa ini benar-benar hidup di atas laut. Mereka membangun rumah di atas atol yang terendam air laut. Satu desa ini terletak di tengah Teluk Tomini.’
Rumah-rumah warga terbuat dari kayu yang berdiri di atas tiang kayu. Setiap rumah saling terhubung dengan rumah lainnya melalui jembatan yang berfungsi sebagai jalan.
“Tidak ada kendaraan sepeda apalagi mobil di jalan ini, semua dilakukan dengan jalan kaki untuk keliling desa,” tutur warga Bajau Torosiaje, Setri Pasandre.
Untuk mengunjungi desa ini, dari Kota Gorontalo atau bandara Jalaluddin Tantu, bergeraklah ke arah barat menuju Kabupaten Pohuwato.
Setelah di Kota Marisa, lanjut ke barat lagi mendekati perbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong di Sulawesi Tengah.
Kamu bisa memanfaatkan peta daring yang tersedia di internet sampai tiba di dermaga di Desa Torosiaje Jaya. Selanjutnya wisatawan bisa langsung menuju Desa Torosiaje di laut dengan menggunakan ojek perahu yang banyak tersedia di dermaga.
Sarana transportasi di desa ini hanya ada perahu, bahkan ambulans di desa ini berupa speedboat yang selalu memangkal untuk "bertugas" di desa ini.
Baca juga:
Tangga 2000 berlokasi di pertemuan muara dua sungai yaitu Sungai Bolango atau Tapa dan Sungai Bone. Keduanya menyatu menuju Teluk Tomini.
Meskipun namanya Tangga 2000, bukan berarti ada tangga sebanyak 2.000 buah. Namun obyek wisata ini dibangun tahun 2000 oleh wali kota saat itu, Medi Botutihe.
Saat berada di Tangga 2000, wisatawan dapat menikmati pemandangan alam. Mereka juga bisa melihat lalu lalang kapal dari Teluk Tomini ke pelabuhan, perbukitan yang berlapis-lapis dalam gugusan panjang, mercusuar putih di atas bukit, dan beberapa jenis elang yang mencari ikan di pertemuan air laut dan air tawar.
“Tangga 2000 itu dekat, tidak sampai tiga km dari titik nol Gorontalo,” kata pegiat masyarakat Fotografi Gorontalo (MFG) ,Indracipta Dunggio.
Jika ingin ke tempat wisata ini, wisatawan disarankan datang menjelang sore karena pemandangan lebih bagus, meskipun di luar waktu itu juga tidak kalah.
Baca juga:
Desa Bongo dikenal sebagai desa yang menawarkan wisata religi, dikembangkan oleh warga lokal yang bernama Yosef Tahir Maruf (Yotama) guna mengembangkan sumber daya manusianya dan mendobrak keterpencilannya.
Salah satu icon budaya desa ini adalah walimah atau pesta perayaan Maulid Nabi Muhammad yang unik. Pada perayaan ini, setiap keluarga akan membawa kue-kue dalam usungan yang dihias sedemikian rupa.
Arak-arakan warga desa membawa kue ini merupakan atraksi menarik untuk disaksikan. Hiasan kue ini melewati jalanan desa yang berhias janur dengan iringan puja-puji kepada Nabi dalam Bahasa Gorontalo dan Arab.
“Sekarang desa kami tidak menunggu Maulid untuk dikunjungi wisatawan, setiap hari sepanjang tahun selalu ramai dengan wisatawan,” ucap salah seorang pengelola wisata Bongo, Hasan Rahim.
Hasan menyebut ada sejumlah tempat wisata di desanya, antara lain taman yang terdapat empat bangunan wombohe (gubuk) khas Bongo, kolam, dan ribuan burung merpati.
Tidak jauh dari taman tersebut, terdapat bukit kapur gersang yang puncaknya terdapat Masjid Walima Emas. Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah, tapi juga menawarkan pemandangan perairan teluk Tomini dan gugusan bukit.
Di sisi bawah terdapat Pantai Dulanga, pantai sempit yang menyajikan pemandangan alam. Tempat wisata ini sudah tertata dengan baik, dengan terdapat gazebo dan kuliner.
Wisatawan bisa ke Desa Bongo dengan naik mobil atau motor.
Baca juga: 3 Desa Wisata di Gorontalo dengan Pemandangan Alam yang Unik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.View this post on Instagram