Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Kue Selepas Malam

Kompas.com - 12/11/2013, 07:58 WIB
Oleh: Budi Suwarna & Aswin Rizal Harahap  

Pukul 02.00, budayawan Makassar, Asdar Muis, mengetuk pintu dapur rumah Sarifa (75) dan Khairana. Setengah berbisik, ia bertanya, ”Kue sikaporonya masih ada, Mak?” Sunyi sebentar sebelum datang jawaban, ”Masih Nak.”

Sejurus kemudian, pintu dapur dibuka. Sarifa dan anaknya, Khairana, muncul dengan wajah yang dibayangi kantuk. Dengan sopan, mereka mempersilakan Asdar dan Kompas masuk ke dapur rumah yang sederhana dan temaram itu. Beberapa loyang sikaporo, kue berbahan tepung beras, santan, dan pandan, tertata rapi di atas balai kayu besar. Penampilannya amat lugu, tanpa hiasan apa pun.

Dua meter dari situ, ada gantungan kain berisi sikaporo baru matang yang sedang diangin-anginkan. Aroma santan dan pandan mengabarkan kelezatan. Khairana mengambil dua loyang sikaporo berwarna hijau dan membelahnya menjadi beberapa bagian. Kami mencomot satu bagian dan mengunyahnya perlahan sambil menunggu sensasi yang akan dihadirkan kue itu.

Sensasi itu muncul dalam hitungan detik. Sikaporo yang kami kunyah teksturnya amat lembut. Saking lembutnya, kue itu terasa lumer di mulut bersama rasa gurih, rasa khas pandan, dan jejak asin yang tersamar.

Tidak terasa, dua loyang sikaporo berukuran 30 cm x 30 cm tandas sudah. Kami mengalihkan perhatian ke kue sala’ yang berwarna coklat. Kue itu berbahan dasar seperti sikaporo, hanya saja adonan sala’ dibubuhi gula aren. Tekstur sala’ sama lembutnya dengan sikaporo. Perbedaannya hanya satu, sala’ berasa manis.

”Limited edition”

Sikaporo dan sala’ selama bertahun-tahun menarik sejumlah orang datang malam-malam ke dapur rumah Sarifa dan Khairana di Kelurahan Jagong, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Ibu dan anak itu memang hanya menjual kue di dapurnya mulai pukul 20.00 hingga kue dagangan tandas. Berapa pun banyaknya permintaan pasar, Sarifa dan Khairana hanya membuat 15 loyang sikaporo dan 10 loyang sala' setiap malam. Tidak lebih tidak kurang. Katakanlah ini limited edition, meminjam istilah bisnis modal besar.

”Ee...dari dulu begitu Nak. Kami hanya buat 15 loyang sikaporo dan 10 loyang sala’,” jawab Khairana singkat ketika ditanya alasannya tidak membuat kue lebih banyak.

Karena kue yang dibuat amat terbatas, pembeli harus rebutan. Siapa yang datang lebih dulu, dialah yang pertama-tama dilayani. Pembeli boleh memesannya lebih dahulu, tapi mereka tetap mesti datang ke rumah Khairana dan Sarifa sebab mereka tidak punya alat komunikasi jarak jauh seperti telepon.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Menumbuk beras.
Dengan begitu, perburuan sikaporo dan sala’ ke dapur Sarifa dan Khairana tidak selalu membuahkan hasil. Pernah suatu malam, Asdar mengantar sejumlah kawannya dari Jakarta yang tertarik mencicipi sikaporo dan sala’. Asdar pun mengantar mereka dengan mobil dari Makassar yang berjarak 52 kilometer dari Pangkep.

”Kami tiba di sana pukul 01.00. Ketika rumahnya saya ketuk, si ibu teriak dari dalam, ’La’ busu Na’. Kuenya sudah habis, Nak’. Kami hanya tersenyum kecut, tidak bisa marah sebab aturan mainnya jelas: siapa datang lebih awal, dia yang dapat,” kenangnya.

Buat Asdar, situasi serba tak pasti untuk mendapatkan sikaporo dan sala’ justru menjadi keasyikan tersendiri. ”Kadang datang jam 21.00 kita tidak kebagian kue, datang jam 02.00 malah kebagian. Ini seperti main teka-teki, dan kita baru mendapatkan jawabannya setelah mengetuk pintu mereka,” ujar Asdar yang tidak pernah kapok datang jauh-jauh dari Makassar demi sepotong sikaporo.

Dua orang tersisa

Selain Sarifa dan Khairana, tidak ada lagi penjual sikaporo dan sala’ di Pangkep. Boleh dikata mereka berdua adalah pembuat sikaporo dan sala’ yang masih tersisa. Bisa dipahami mengapa kue ini sekarang mulai langka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com