MEOSKOR, KOMPAS - Masyarakat tiga kampung pemilik ulayat perairan Kepulauan Fam di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, mendeklarasikan perairan laut seluas 360.000 hektar sebagai kawasan perlindungan. Inisiatif masyarakat ini perlu diikuti langkah pengawasan.
Peningkatan patroli pengawasan diperlukan untuk mencegah ancaman kerusakan yang disebabkan penangkapan ikan tak ramah lingkungan.
Kawasan konservasi perairan daerah Kepulauan Fam juga meliputi perbukitan karst Pianemo, yang kerap dijuluki Wayag kecil, hingga Kepulauan Bambu.
Conservation International (CI) Indonesia mencatat, kepulauan yang terdiri atas belasan pulau kecil ini mewakili seluruh habitat dan ekosistem Raja Ampat, seperti pulau karst, laguna, terumbu karang tepi, terumbu karang dalam, mangrove, dan lamun.
”Kami sangat mengapresiasi dan mendukung inisiatif warga Fam untuk melindungi lautnya,” kata Abdul Faris Umlati, Bupati Raja Ampat, Kamis (16/2/2017), di Pulau Meoskor, Kepulauan Fam.
Bupati menambahkan, pihaknya menyiapkan program peningkatan ekonomi kreatif bagi peningkatan kesejahteraan warga.
Di pulau yang berjarak sekitar dua jam dari Kota Sorong itu, masyarakat Fam dari Kampung Pam, Saukabu, dan Saupapir mendeklarasikan inisiatif kawasan konservasi perairan daerah.
Area perlindungan laut ini menurut rencana akan menyusul daerah-daerah lain yang terlebih dulu ditetapkan menjadi Taman Wisata Perairan Kepulauan Raja Ampat melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Kawasan Konservasi Kepulauan Raja Ampat.
Taman Wisata Perairan Kepulauan Raja Ampat seluas 1.026.540 hektar (ha) terdiri dari Perairan Kepulauan Ayau-Asia (101.440 ha), Teluk Mayalibit (53.100 ha), Selat Dampier (336.000 ha), Kepulauan Misool 366.000 ha), dan Kofiau-Boo (170.000 ha).
Kepadatan ikan
Pemimpin CI Indonesia Ketut Sarjana Putra memaparkan, pengelolaan perairan melalui jejaring area perlindungan laut di Raja Ampat meningkatkan kepadatan ikan dari 35 menjadi 150 persen.
”Karena itu, wilayah Pianemo mendapat limpahan ikan yang kemudian menjadi sasaran illegal fishing karena tidak ada pengelolaan,” katanya.
Karena itu, ia berharap inisiatif masyarakat ini bisa diikuti peningkatan perlindungan serta pengaturan jumlah dan lokasi penangkapan ikan.
Ariel Fakdawer, Kepala Kampung Saukabur, menuturkan, saat ini perlindungan dilakukan oleh masyarakat secara swadaya melalui patroli.