KOMPAS.com - Umat Islam akan menyambut tahun baru Hijriah (H) atau dikenal sebagai tahun baru Islam 1445 H pada Rabu (19/7/2023) mendatang.
Ada sejumlah tradisi menyambut tahun baru Islam di berbagai daerah di Indonesia. Bentuknya pun beragam mulai dari kirab, melarung sesaji, kenduri, dan sebagainya.
Baca juga:
Berikut tradisi menyambut tahun baru Islam di Indonesia seperti dihimpun Kompas.com.
Kirab kebo bule merupakan tradisi masyarakat Surakarta atau Solo untuk menyambut malam satu Suro. Malam satu Suro tersebut bertepatan dengan malam satu Hijriah.
Malam satu Suro mengacu pada penanggalan Jawa, sedangkan malam satu Hijriah berdasarkan kalender Islam.
Kira kebo bule dilaksanakan dengan arak-arakan atau kirab hewan kerbau yang bernama kebo bule atau Kebo Kiai Slamet. Kebo bule bukan sembarangan, karena hewan ini termasuk pusaka penting milik Keraton Surakarta Hadiningrat, seperti dikutip dari situs Rumah Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Leluhur hewan kerbau yang kulitnya berwarna putih kemerahan itu, dulunya merupakan hewan kesayangan Paku Buwono II. Sepanjang rute kirab, masyarakat Solo memadati jalanan untuk menyaksikan tradisi turun temurun tersebut.
Keraton Yogyakarta juga memiliki tradisi menyambut tahun baru, baik tahun baru Islam maupun tahun baru Jawa, yakni Mubeng Beteng. Prosesi Mubeng Beteng terinspirasi oleh perjalanan hijrah Nubi Muhammad SAW dan sahabat, dari Mekkah ke Madinah.
Melansir laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, prosesi ini merupakan bagian dari tirakat lampah ratri, yakni munajat kepada Tuhan YME dengan berjalan mengikuti lintasan tertentu.
Ada beberapa lintasan yang digunakan lampah ratri, namun yang paling populer adalah mengelilingi beteng Keraton Yogyakarta. Para abdi dalem dan warga peserta ritual berjalan kaki sejauh kurang lebih lima kilometer mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta.
Tradisi ini juga dikenal sebagai Tapa Bisu, lantaran selama mengelilingi keraton, peserta kirab harus melakukan tapa bisu atau tidak berbicara, tidak bersuara, serta tidak makan dan minum.
Baca juga:
Tradisi tabot dilestarikan oleh masyarakat Bengkulu yang digelar pada 1-10 Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah. Selain menyambut tahun baru Islam, tradisi ini juga digelar untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali Abu Thalib dalam perang.
Tradisi Tabot memiliki sejumlah rangkaian ritual yang digelar pada pada 1-10 Muharram. Meliputi, upacara mengambil tanah dari tempat sakral dan duduk penja yakni mencuci jari-jari yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya.
Kemudian, maradai (mengumpulkan dana), arak penja (mengarak benda yang bentuknya menyerupai telapak tangan manusia), dan arak serban (mengarak sorban).
Ritual dilanjutkan dengan gam (masa tenang atau berkabung), arak gedang (arak-arakan grup Tabut), serta tabot terbuang (membuang tabot ke rawa-rawa).
Lihat postingan ini di Instagram