KOMPAS.com - Menyusuri jalan Pekojan Raya dan berbatasan langsung dengan kali Angke, terdapat sebuah langgar bersejarah yang konon dibangun pada 1829. Namanya Langgar Tinggi.
Pada dasarnya, langgar ialah sebutan untuk musala bagi masyarakat Jawa Tengah. Sama halnya dengan surau bagi masyarakat di Minangkabau, atau anggara bagi masyarakat di Sulawesi Selatan.
Disebut dengan Langgar Tinggi karena bangunan ini dibangun dua tingkat, dan posisi tempat ibadah ditempatkan di lantai dua.
Baca juga:
Jika tidak detail memperhatikan, mungkin sebagian besar orang tidak akan menyadari keberadaan langgar bersejarah ini. Pasalnya lokasi langgar berada persis di tepi jalan raya dan menyatu dengan perumahan warga setempat.
Lihat postingan ini di Instagram
Beberapa waktu yang lalu Kompas.com bersama dengan Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta Barat berkunjung ke beberapa destinasi wisata religi di Jakarta Barat, termasuk salah satunya menyambangi Langgar Tinggi.
Menurut penjelasan pengurus Langgar Tinggi, Habib Ahmad, Langgar Tinggi didirikan oleh para pedagang Yaman yang berdagang sambil berdakwah.
"Pada 1829, orang-orang Yaman berdagang sambil berdakwah, dan dari keuntungan mereka berdagang, mereka membangun Langgar Tinggi ini, usianya hampir 200 tahun," kata Ahmad di lokasi, Sabtu (30/3/2024).
Langgar Tinggi sisi selatan berbatasan dengan Kali Angke dan Jalan Pangeran Tubagus Angke. Sisi barat berbatasan dengan toko dan rumah warga, sisi utara berbatasan dengan Jalan Pekojan Raya, dan sisi timur berbatasan dengan pos polisi.
"Lantai atas langgar digunakan sebagai tempat ibadah, sedangkan lantai bawah difungsikan sebagai tempat berdagang," katanya.
Baca juga: 4 Masjid Tua di Jakarta Selatan, Ada yang Dibangun Tahun 1527
Mengutip buku "Masjid & Majelis Bersejarah di Jakarta Barat" karya Firman Haris, Kartum Setiawan, Agus Wirawan, dan Usman (2023), arsitektur Langgar Tinggi dibangun dengan menggabungkan empat unsur budaya.
Di antaranya ada unsur Eropa, Moor, China, dan Jawa. Arsitektur khas Eropa dapat dilihat dari pilar-pilar yang berada di lantai atas.
Kemudian, untuk arsitektur khas China dapat dilihat dari penggunaan penyangga luar untuk menyandarkan balok-balok rangka payung.
Unsur khas Jawa dapat dilihat dari bentuk denah dan penggunaan balok-balok rangka payung di bagian sudut ruangan.
Sedangkan unsur Moor atau Timur Tengah dapat dilihat dari bentuk atap langgar yang terdapat hiasan seperti tugu.
Baca juga:
Selain difungsikan sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, pada zaman dahulu di Langgar Tinggi biasa diadakan pembacaan shalawat Nabi. Tidak hanya itu, setiap Senin malam akan ada pembacaan Burdah yang diiringi oleh rebana.
Saat ini, Langgar Tinggi masih difungsikan sebagai tempat ibadah dan sudah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.