Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melarikan Diri ke Penang

Kompas.com - 11/10/2013, 07:59 WIB

Minim pedagang kaki lima dan pantai bersih yang pernah menjadi tempat pendaratan Portugis ini bisa jadi unggulan. Atraksi menikmati olahraga air juga bisa menjadi pembunuh waktu menunggu matahari terbenam.

”Ayo Bang, ada sewa parasut, perahu pisang (banana boat), hingga mengendarai speedboat dengan tarif 50-150 ringgit Malaysia. Untuk kenang-kenangan,” kata Burhanudin, salah seorang beach boy di Batu Ferringhi.

Teknologi

Dari balik jendela bus 204 jurusan Kompleks Tun Abdul Razak-Penang Hill, pagoda emas, dan patung Dewi Kuan Yi dari perunggu terlihat begitu mencolok di tengah hijaunya perbukitan Air Itam. Di sebelah timur, Bukit Bendera Penang Hill di ketinggian 883 meter di atas permukaan laut juga seperti tidak sabar menanti kedatangan kami. Ia seperti memanggil-manggil agar kami segera bisa menikmati pemandangan indah dari puncak tertinggi di Penang itu.

Mengunjungi kesunyian pagoda dan megahnya patung Kuan Yi setinggi 30,5 meter tentu memberikan pengalaman baru. Namun, bukan hanya itu yang menarik perhatian saya. Justru niat Pemerintah Malaysia menggabungkan teknologi dengan daerah tujuan wisata yang membuat penasaran.

Tidak mau melihat pengujung bersusah payah mendaki menuju ketinggian, kereta listrik naik-turun bukit setiap 10 menit sekali. Dibangun dengan dana jutaan dollar AS, pengelola Penang Hill merasakan benar manfaatnya. Ribuan wisatawan asing rela membayar 30 ringgit Malaysia naik kereta untuk melihat lanskap Pulau Penang yang lebih sering tertutup kabut tipis.

KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT Interior di salah satu ruang Kek Lok Si Temple, kuil Buddha di sekitar kawasan Air Itam, Penang, Malaysia, Rabu (28/10/2009).
Kereta serupa ada di Kuil Kek Lok Si. Kereta listrik dibuat dari bangunan ruang doa utama menuju patung perunggu Kuan Yi. Hanya berjarak sekitar 50 meter dengan kemiringan sekitar 30 derajat, kereta ini menjadi sensasi menarik karena berada di dalam kompleks kuil berusia lebih dari 200 tahun. Setiap pengunjung harus merogoh kocek 7,5 ringgit Malaysia per orang. Melihat hal itu bisa diterapkan di Indonesia dalam waktu dekat sepertinya hanya mimpi.

Penang memberikan pengalaman baru meski sukses memberikan ”duri” saat melihat pengelolaan kawasan yang sangat baik. Tidak sekadar melengkapi kawasan wisata dengan teknologi, pemeliharaan akar sejarah kawasan atau keahlian kuno tetap dipertahankan. Potensi wisatanya mungkin tidak seindah Indonesia, tetapi Penang tahu cara menjualnya semahal emas. (Cornelius Helmy Herlambang)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com