Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Museum di Tengah Kepungan Sampah Pasar Tangerang

Kompas.com - 26/06/2016, 06:22 WIB

Kristina, warga Tanjung Duren, Jakarta Barat, yang mengunjungi Museum Benteng Heritage seusai mendatangi Festival Peh Cun 2016 di Kali Cisadane, awal Juni, menyatakan kagum dengan koleksi museum yang dibangun atas inisiatif perorangan itu.

”Saya tahu museum ini dari berbagai berita, termasuk Kompas dan situs internet. Sekalian mencoba kereta api Jakarta-Tangerang yang sekarang sudah nyaman. Sayang sekali jalan di dalam pasar ini banyak sampah. Museumnya, sih, terawat sekali,” tutur Kristina yang datang bersama rombongan dari Jakarta.

Selain pengunjung perorangan, kalangan perguruan tinggi, seperti mahasiswa dan dosen Universitas Indonesia, Universitas Al Azhar, serta berbagai perguruan tinggi lain, secara rutin mendatangi Museum Benteng Heritage yang menjadi magnet di tengah komunitas peranakan Tionghoa yang lebih akrab dikenal sebagai Cina Benteng.

Memang kawasan tersebut, menurut sejarawan Arsip Nasional Republik Indonesia, Mona Lohanda, merupakan kawasan yang berkembang sejak 1600-an seiring perkembangan kota Batavia. ”Tangerang adalah bagian Ommelanden atau daerah di luar kota atau tembok Batavia yang juga menjadi perbatasan wilayah Kesultanan Banten dan VOC yang dipisahkan oleh Sungai Cisadane,” kata Mona.

Wilayah VOC di tepi timur Cisadane yang kini menjadi Pasar Lama adalah bagian dari Benteng yang dilukiskan Johannes Rach dalam litografi buatan awal 1700-an. Industri kecap benteng, beragam penganan tradisional Tionghoa dan Muslim, serta kelompok musik gambang kromong hidup sejak lama di satu kawasan tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com