BACA: Pemberontakan di Republik Jengkol
Fatoni mulai membuka warung makan pertamanya pada 27 Maret 2012 dengan dua sajian yaitu Nasi Goreng Jengkol dan Tongseng Jengkol. Bukan sambutan yang meriah yang ia dapatkan, melainkan jadi bahan tertawaan.
"Di awal-awal itu ketika saya mulai buka itu bikin spanduk Nasi Goreng Jengkol ya jadi bahan tertawaan. Tapi saya punya keyakinan suatu saat yang ngetawain saya pengen coba. Akhirnya pada datang-datang juga pada makan," tambahnya.
Saat ini "rakyat" di Republik Jengkol datang dari berbagai latar belakang. Mulai dari anak sekolah, orang kantoran, hingga pesohor baik dari dalam maupun mancanegara. Menu yang ditawarkan pun semakin beragam.
"Saya kepikiran sesuatu yang beda. Kebetulan yang saya olah itu bahan dasarnya jengkol. Jengkol itu setelah kita bisa menaklukan aromanya, kita bisa olah menjadi apa saja. Kuncinya setelah dipresto, mau kita tumis, mau dimasukkan ke kuah tumisan itu enak," jelasnya.
Dari awalnya hanya dua sajian, kini Republik Jengkol menyuguhkan 10 hidangan berbahan dasar jengkol. Menu lengkap di Republik Jengkol adalah Nasi Goreng Jengkol, Soto Jengkol Betawi, Semur Jengkol, Jengkol Lada Hitam, Tongseng Jengkol, Pasta Jengkol, Balado Jengkol, Rendang Jengkol, Mie Goreng Jengkol, dan Jengkol Sambal Hijau.
BACA: Anda Penyuka Jengkol? Ini Warung Khusus Jengkol di Yogyakarta
Setiap bulan Fatoni menghabiskan sekitar 28-30 kilogram jengkol untuk bahan masakannya. Setiap hari ia menjual sekitar 50-60 porsi di warung makan pertamanya.
"Kalau dirata-rata setiap hari omsetnya Rp 3 juta. Kalau lagi ramai hari Sabtu dan Minggu dan tanggal muda bisa sampai Rp 6 juta," ujarnya.
Namun, layaknya usaha pada umumnya, Fatoni sempat melewati kesusahan. Ia sempat menutup warung pertamanya di bilangan Halim Perdanakusuma.
Kini, harapan Fatoni dari Republik Jengkol adalah bisa memasyarakatkan jengkol itu sendiri. Pada dasarnya, menurut Fatoni, jengkol adalah makanan yang enak bila tahu cara memasaknya.
"Beda makan jengkol di sini (Republik Jengkol), karena sampai buang air kecilnya pun gak bau. Lalu kenapa takut ya saya jualan jengkol. Wong yang bau itu saja banyak orang yang suka gimana ini yang gak bau. Kalau dari logonya saya pakai Republik Jengkol itu keinginan saya. Kalau diartikan itu re artinya kembali. Publik itu masyarakat. Jadi kembali ke selera masyarakat," seloroh Fatoni.
Fatoni sendiri masih bermimpi untuk memperluas wilayah kekuasaan Republik Jengkol-nya. Pilihan sajian olahan jengkol juga masih terus ia kembangkan.